Thursday, July 30, 2009

PEREMPUAN ITU ...

Hujan beberapa hari ini sepertinya enggan meninggalkan bumi.
Udara sangat dingin mengiringi derasnya air yang turun dari langit membuat orang enggan beranjak keluar dari rumahnya.
Perempuan itu menatap kaca jendela kamarnya yang terus memburam oleh tetesan - tetesan hujan yang mengalir dan membentuk bayangan putih yang menghalangi pandangannya.
Perempuan yang baru memasuki usia 67 tahun itu mendesah , mengusap dinding kaca buram mencoba memandang suasana di luar rumah yang nampak lengang di belenggu dingin angin malam yang membekukan tulang.


Entah mengapa tiba- tiba perempuan itu merasakan kekosongan yang luar biasa , hampa dan tersia - sia.
Ada yang membuatnya resah malam itu , sangat resah ...padahal setiap saat jika hatinya terasa begitu galau , segera ia menenangkan diri dengan mengambil air wudu' dan berpasrah pada Tuhannya .
Tapi kali ini keresahan itu begitu hebat , walaupun hal seperti itu sudah di lakukannya bahkan beberapa do'a dibacanya agar keresahan itu tak lagi mengganggu .
Perlahan perempuan itu melangkah ke ruang tengah dan menyandarkan tubuhnya pada kursi kayu yang biasa digunakan oleh suaminya untuk bersantai , menonton televisi ataupun membaca koran sambil menikmati secangkir kopi.
Mata yang terlihat penuh kelelahan itu menerawang memandang sekeliling ruangan dan terhenti pada tumpukan album - album foto yang selama ini tak pernah terjamah.
Dengan membungkukkan badan diraihnya salah satu dari tumpukan album foto itu dan membawanya kepangkuan lalu perlahan - lahan dibukanya lembaran - lembaran bergambar yang memang sengaja dibiarkan tergeletak begitu saja.



Pada lembar pertama terlihat foto besar yang disebutnya foto keluarga , foto yang dibuat beberapa puluh tahun lalu ,foto keluarga paling lengkap antara perempuan itu , suaminya yang nampak begitu muda dan gagah serta kelima anaknya yang saat itu masih kecil - kecil .
Kenangan termanis satu - satunya yang berhasil dia simpan pada masa - masa keharmonisan mewarnai kehidupan rumah tangganya.
Saat dimana hanya ada kebahagiaan dan celoteh anak - anaknya yang selalu membuat suasana rumah menjadi semarak dan berwarna.
Saat dimana ia merasa rumah adalah surga .


Perempuan itu ... yang kini merasakan kehampaan hati kembali mendesah, jemarinya mengusap perlahan wajah - wajah yang sangat dicintainya yang tersenyum bergaya pada foto itu.
Matanya memandang pada bocah laki - laki yang paling besar yang sedang menggandeng lengan adiknya.
Ya ... itulah anak sulungnya, laki - laki pertama yang diharapkan bisa jadi kebanggaan keluarga kelak.
Mata perempuan itu terpejam sesaat terlintas bayangan anak sulungnya yang kini berumur 40 tahun yang seharusnya sudah mencapai kemapanan hidup.
Anak sulungnya yang sedari kecil tak banyak bicara , suka membantunya melakukan pekerjaan rumah tanpa diperintah dan begitu menyayangi adik - adiknya .
Anak sulungnya yang setelah tamat sekolah menengah atas memilih mengadu nasib ke ibu kota, karena dia tahu bahwa tak mungkin baginya untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi lagi .
Karena kegigihan dan tekadnya yang kuat, perlahan - lahan ia bisa menaklukan ibu kota yang kata orang kejam dan tak kenal kompromi.
Yang kemudian meminta restu untuk menikah dengan gadis pilihannya dan tanpa disadari perkawinan itu membawa perubahan besar pada sifat anak sulungnya yang semakin lama semakin menjauh dari keluarga.



Tak ada yang bisa dilakukannya selain berpasrah dan berdo'a pada Tuhan untuk kebahagiaan anak sulungnya tersebut .
Namun hiruk pikuk kekacauan negara ini telah membuktikan kekejaman ibu kota yang sebenarnya.
Anak laki -laki yang telah serasa begitu jauh itu tiba - tiba datang bersama istri dan kedua anak hasil pernikahannya , memeluk dan menangis dipundaknya , kemudian bersujud menciumi kaki wanita tua itu. Wanita tua itu mendesah lagi .... kota besar itu telah mengusir anak sulungnya yang dituduh menggelapkan uang perusahaan di mana anak sulungnya selama ini mengais rejeki.
Sampai saat ini sudah hampir 5 tahun anak sulungnya memilih meninggalkan kota yang telah membuat hitam putih kehidupannya dan memilih menetap didesa kecil di pesisir pulau jawa.
Dan perempuan itu mengetahui bahwa anak sulungnya mengalami tekanan batin yang luar biasa dan tak ada yang bisa di lakukannya selain memanjatkan do'a pada Sang Penata Laku.


" Tuhan ... beri kekuatan pada putraku agar dia tahu bahwa kehidupan ini harus terus berlaku , aku akan selalu memberinya restu ... tegarkan dirimu nak , jangan putus asa ... hanya ini yang bisa ibu berikan untuk meringankan bebanmu "

Diusapnya kembali wajah anak sulungnya yang nampak tersenyum lugu ketika berumur 12 tahun itu .


Kini jemari yang telah berkeriput itu mengusap pada gambar wajah gadis kecil berambut keriting yang tersenyum lebar menatap sang juru gambar.
Satu - satunya anak perempuan yang mempunyai rambut keriting seperti dirinya .
Anak yang sedari kecil tak pernah bisa mendengar orang marah apalagi bersuara keras kepadanya. Kembali ingatannya melayang pada masa lalu ketika gadis kecil ini dirasakannya terlalu mengganggu dengan tangisannya merengek meminta sesuatu dan tak mau menunggu waktu membuatnya marah dan sedikit membentak .

" Diamlah! Apa kamu tidak lihat ibu sedang sibuk ??!"

Dan seketika terdiamlah anak itu , berlari ke kamarnya dan menutup pintu.
Perempuan itu berfikir anaknya tertidur , namun betapa terkejutnya ketika dia memasuki kamar itu , di dapatinya tubuh gadis kecilnya menggigil dan suhu badannya begitu tinggi.
Dan ini tak hanya terjadi sekali , sepertinya sudah sampai tiga kali terjadi dan kemudian baik perempuan itu maupun suaminya sepakat untuk tak lagi melontarkan kata - kata keras pada anak keduanya.
Kini gadis kecil yang sudah menjadi wanita berumur 38 tahun itu berada di negeri seberang mengikuti suaminya yang berasal dari negeri tersebut bersama dengan ke 5 orang anaknya .
Sesungging senyuman terukir di wajah perempuan tua itu .
Ternyata anak inipun mempunyai 5 orang anak seperti ibunya .
Kembali terpejam mata perempuan itu dan terucap do'a di hatinya ..

" Tuhan beri kebahagiaan pada putriku dan semoga dia menjadi istri dan ibu yang menbawa kedamaian bagi keluarganya.... amin "



Wajah perempuan itu kembali memandang foto yang selalu dijaganya agar tak lapuk dimakan oleh waktu, karena hanya itu satu - satunya foto yang berisi lengkap seluruh keluarganya.
Matanya menatap gambar bocah perempuan yang berambut pendek dan berponi nampak tersenyum manis menatap kamera.
Itulah anak perempuannya yang ketiga .
Anak yang paling berbeda sifatnya dari semua anak - anaknya yang pendiam dan penurut.
Anak ini adalah pemberontak sejati namun dialah anak paling cerdas yang dia punyai.
Apa yang dianggapnya salah harus dibantah tak peduli itu teman , orang tuanya bahkan guru - guru di sekolahnya.
Tak ada yang dikerjakannya di rumah selain membaca buku serta belajar dan dia akan marah apabila seseorang masuk kamarnya tanpa mengetuk pintu walaupun itu ayah ataupun ibunya.
Prestasi akademik dan ekstrakulikuler di sekolah sangat membanggakan , selain selalu menjadi bintang kelas dan mengetuai berbagai organisasi di lingkungan sekolah, iapun mendapatkan beasiswa dari pemerintah yang tentu saja sangat membantu meringankan beban ekonomi keluarga.
Kekecewaan karena tak bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi setelah tamat sekolah menengahnya tak membuatnya putus asa.
Dengan nilai ijasah yang tinggi dan piagam - piagam penghargaan yang di perolehnya selama menimba ilmu dari taman kanak - kanak hingga sekolah menengah atas dijadikan modal untuk mencari pekerjaan di berbagai instansi .
Dan kebahagiaannya tak terkira ketika salah satu instansi swasta terkenal menerima lamarannya .

" Kau memang pantas mendapatkan semua itu, Nak".


Kecerdasan dan keuletan ketika masa sekolanya dulu dibuktikannya kembali dalam menekuni pekerjaan yang sangat di cintainya itu.
Prestasi - prestasi kembali diraihnya hingga membawanya pada kedudukkan yang lebih bagus dan lebih bagus lagi .
Dan kebahagiaan itu terasa lengkap ketika seorang pemuda tampan dan mapan datang meminang .
Sujud syukur selalu dipanjatkannya pada Illahi atas kebahagiaan yang dikecap oleh putrinya.


Namun mungkin Tuhan tak ingin melihat anak ketiganya selalu hidup penuh tawa , ketika dengungan reformasi melanda negeri ini dan ia harus kehilangan kebanggaan saat berada di puncak prestasi kerjanya.
Ia harus rela menerima kenyataan yang sangat pahit ketika instansi besar itu harus segera menghentikan segala kegiatannya atas keputusan pemerintah pusat .
Perempuan itu sangat faham apa yang dirasakan oleh anak perempuannya ketika bersimpuh dan menangis pangkuannya .
Hati perempuan itu merasa sangat remuk menyaksikan kehancuran yang diderita anaknya yang paling keras kepala itu.
Namun hanya usapan lembut pada kepala anak perempuan itu dan kata - kata yang bisa memberi kekuatan yang bisa di lakukannya .
Sambil mengusap gambar wajah gadis kecil berusia 5 tahun dalam foto , peremuan itu berujar lirih ..

"Hanya bahagia yang ingin kulihat pada kehidupan anak - anakku, ya Allah .. berikan semua derita itu untukku ... ibu yang tak berguna ini ....
" Ayahmu sakit nak , pulanglah".



Perempuan itu kembali menatap foto yang tak lusuh walaupun sudah puluhan tahun di simpannya.
Matanya memandang bayi montok berusia 11 bulan dalam gendongannya.
Anak bungsunya yang sangat di sayangi oleh kakak - kakaknya.
Yang juga mempunyai kecerdasan yang luar biasa walau agak sedikit manja.
Mungkin karena dia bungsu atau karena wajahnya yang selalu nampak tak berdosa itu membuat ibu , ayahnya dan juga kakak - kakaknya begitau menyayanginya.
Entahlah, yang jelas anak laki - laki ini pun begitu penyayang dan disukai banyak orang .
Seperti anaknya yang ketiga , prestasti di sekolahpun selalu membanggakan namun di lingkungan teman - temannya , ia adalah pribadi yang sangat rendah hati.
Itulah keistimewaan anak bungsunya , walau dalam hal makan dia agak sedikit rewel seperti ayahnya yang tidak akan mau makan apabila lauk dan sayurnya tidak sesuai dengan seleranya.
Ah , anak - anak memang tidak ada yang sama .



Perempuan itu tersenyum sambil mengusap foto wajah bayi lucu itu.
Dadanya menyesak haru saat teringat kembali ketika si bungsu baru menerima ijazah SMA yang hasilnya sangat memuaskan dengan nilai tertinggi di antara teman - teman sekolahnya.

"Kalau kamu ingin melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, pergilah mendaftar Nak. Nanti ibu carikan uang untuk biaya pendaftaran dan tabungan ibu bisa untuk biaya kuliahmu."

Namun anak bungsunya itu menggelengkan kepala dan menjawab bahwa ia tak mau membebani ibunya.

"Biar saja aku bekerja , Bu .... Ibu tidak usah lagi memikirkan biaya sekolahku . Biarlah semua sama antara aku dan kakak - kakakku sama - sama sampai di SMA saja . Sudah cukup ibu berkorban untuk kami. Ibu harus istirahat ya , sudah saatnya ibu memikirkan diri ibu sendiri terutama kesehatan ibu ".


Berlinang airmata perempuan itu mengingat kata - kata anak bungsunya yang begitu dewasa dan menggetarkan hatinya.
Anak yang dulu begitu manja .. yang dulu sering menangis bila diganggu oleh kakak - kakaknya ternyata sudah menjadi pemuda yang berpikiran sangat dewasa.
Dan pemuda berpikiran dewasa itu dengan restu penuh dari ayah dan ibunya yang semakin merasa sepi karena semua anak - anaknya telah melangkah satu persatu meninggalkan rumah yang kian sunyi.
Kini si bungsu yang tampan dan gagah itu sedang menikmati anugerah Tuhan bersama istri dan ke 2 anak nya .
Dibelainya wajah bayi dalam foto itu lagi di iringi desahan panjang.




Kini mata kuyu perempuan itu beralih pada gambar wajah gadis kecil yang berada tepat di tengah - tengah kedua kakak perempuannya.
Ketika matanya menatap gambar wajah lugu bocah perempuan itu hatinya tiba - tiba terasa teriris ... sangat perih .
Dialah anak perempuannyanya yang ke empat yang sampai saat ini tak tau di mana keberadaannya.
Saat ingatannya kembali mengingat gadis kecilnya itu , tiba - tiba terdengar suara isakan kecil dari dalam kamar dan bergegas perempuan itu mendekati gadis kecil berumur 7 tahun yang sedang demam tinggi .

" Eyang .... eyang jangan pergi ... adek takut ... eyang jangan pergi ... "

Suara lirih dan parau bocah kecil itu seakan begitu ketakutan di tinggalkan oleh neneknya.
Dan perempuan itu memeluknya mencoba memberi ketenangan pada tubuh yang lemah dan tak berdaya itu.
Di usapnya peluh yang membasahi kening dan anak rambut gaidis kecil itu.

" Eyang tak kemana - mana sayang ... sudah jangan takut ... bobo' lagi ya ... eyang di sini menemani adek ... eyang tak akan pergi ke mana - mana .. "

Kembali diletakkannya tubuh kecil itu di atas pembaringan dan di tepuk - tepuknyadengan lembut agar segera tertidur kembali
Sudah dua hari cucu perempuannya ini lemah dengan suhu tubuhnya yang begitu tinggi , walau sudah di bawanya berobat namun panas badannya tak juga mau tutun.
Setelah yakin bocah perempuan itu tertidur pulas, perempuan itu memandang tubuh bocah laki - laki yang juga tergolek pulas dipembaringan yang terletak bersebelahan dengan pembaringan adiknya.
Bocah laki - laki berusia 9 tahun dan gadis kecil itu adalah anak dari anaknya yang ke empat.
Hatinya bergetar ketika teringat anak keempatnya berpamitan untuk pergi meninggalkan segala kepahitan hidup dan kegagalan - kegagalan yang selama ini dia rasakan.
Sejak perceraiannya dengan laki - laki yang menikahinya 10 tahun yang lalu , hidupnya seakan penuh dengan beban derita dan membuatnya tak tentu arah.
Bahkan kata - kata nasehat ayahnya justru selalu membuatnya tersinggung dan marah.
Hanya mengurung diri dalam kamar dan menangis yang di lakukannya setiap hari .
Keadaan yang sangat mengkhawatirkan itu tak berlangsung lama , ketika suatu hari anak perempuannya itu tiba - tiba telah rapi lengkap dengan sebuah tas pakaian di tangannya.

" Ibu , aku titip anak - anakku ... jangan biarkan laki - laki itu merenggutnya dari tangan ibu".

" Kamu mau ke mana Nak , tinggallah di sini bersama ibu dan ayahmu".

" Tidak bu, aku tak sanggup mendengar kata - kata ayah yang selalu menyakiti perasaanku ... do'akan aku bu, hanya itu yang aku minta dan aku percayakan anak - anakku pada ibu . Aku akan memberi kabar jika aku telah menemukan apa yang aku cari ... berjanjilah padaku , Bu .... berjanjilah untuk menjaga anak - anakku ".


Perempuan itu hanya bisa mengangguk dan tersenyum pasrah melepas kepergian anaknya .
Dan bayi berumur 12 bulan serta bocah laki - laki yang berumur 2 tahun saat itu kini ada bersamanya . Menjadi belahan jiwanya dan menjadi penglipur rasa sepinya dengan tawa - tawa mereka.
Tak ada kabar dan tak ada berita apapun selama 6 tahun setelah anak keempatnya berpamitan dan meninggalkan rumah dengan airmata yang mengiringi langkahnya .
Dada perempuan itu menyesak disela isak yang berusaha ditahannya, di lemparkan pandangannya pada kaca jendela yang semakin buram oleh tetesan air hujan.

"Di mana kamu Nak... tak rindukah kamu pada ibu ... tak rindukah kamu pada bocah - bocah yang lucu itu ... Pulanglah Nak... obati dendam rindu anak - anakmu ... dan lihatlah ... ayahmu sakit memikirkanmu"


Tiba - tiba dari arah kamar tidur lain terdengar suara suaminya memanggil .
Bergegas perempuan itu menghampiri suaminya yang sudah berminggu - minggu juga tergolek lemah di atas pembaringanya.
Sudah berbagai cara di lakukannya untuk kesembuhan suaminya , dari berobat ke dokter , hingga harus di rawat di rumah sakit ... bahkan segala pengobatan alternatif sudah di cobanya , namun hasilnya sama saja .
Kesehatan suaminya justru semakin menurun dan tak nampak tanda - tanda akan adanya pemyembuhan.
Hingga akhirnya suaminya tak lagi mau untuk dibawa kemanapun juga , hanya berpasrah pada kebesaran Allah saja , menunggu atas kehendakNya .


Sejak kepergian anak keempatnya , laki- laki yang menjadi suaminya selama 41 tahun ini banyak merenung .
Ia merasa bersalah dengan apa yang menimpa kehidupan anak keempatnya .
Laki - laki yang semasa masih bekerja tak pernah memperdulikan perkembangan anak - anaknya ini merasa gagal menjadi seorang ayah.
Laki - laki yang masa mudanya berhati keras ini merasa di hukum oleh Yang Maha Kuasa atas apa yang menimpa anak keempatnya .

"Bu ... aku sudah tak kuat bu ... tapi aku mau semua anakku ada di sini. Tolong bu ... panggil mereka ya bu .. panggil mereka karena waktuku tak banyak tersedia ... "

Perempuan itu melihat nafas suaminya nampak begitu sesak dan semakin tersengal - sengal .
Ia mulai panik melihat keadaan suaminya , berlari dia ke ruangan tengah dan meraih gagang telefon .

" Ya Tuhan ... pukul 2 malam !"

Tak satupun dari keempat anaknya yang mengangkat panggilannya.
Bergegas dia kembali kekamar ... dan menyaksikan suaminya yang makin tersengal - sengal .
Angka - angka terus di tekannya ... dan matanya tak lepas mengawasi kamar di mana suaminya terbaring denga nafas yang tersengal - sengal ... sementara dari kamar lainnya terdengar rengekan cucu perempuannya ..

" Eyaaaaaaang .... eyang di manaaaa .... eyaaaang ... adek takut , eyaaaang .... "

Perempuan itu terdiam ... menenangkan hatinya ... ingin rasanya dia membelah dirinya menjadi 3 saat itu juga .
Satu bagian untuk mendekati cucu perempuannya ,satu bagian lain untuk menelfon anak - anaknya dan satu bagian lagi untuk menemani suaminya .


Dan perempuan itu hanya bisa berdiri terpaku di tengah kepanikannya ...


Perempuan itu .... IBUKU **



No comments:

Post a Comment