Saturday, August 8, 2009

( Bukan) Laskar Pelangi

cerpen oleh Dewi Maharani


Ini bukan ingin meniru Laskar Pelangi, tapi ketika aku mulai menulis satu persatu nama teman masa kecilku, cerita tentang novel yang telah sukses difilmkan itu terbersit di otakku. Tak mengapa, mungkin setiap kita mempunyai masa kecil yang hampir sama, yang tergores indah dan kekal untuk selalu dikenang.

Masa kecilku yang menyenangkan, ketika ayahku memutuskan untuk pindah ke kampung halamannya setelah selama 15tahun mengabdikan diri sebagai seorang prajurit di Banjarmasin. Aku yang saat itu sangat bersedih karena merasa akan kehilangan teman-teman bermainku, terus menangis di dalam pesawat Merpati yang membawa kami melintasi putihnya mega di atas laut jawa. Aku membayangkan betapa sepinya hidupku kelak tanpa seorangpun kawan di kampung ayahku, apalagi aku tak mengerti bahasa jawa saat itu.

Namun apa yang menjadi ketakutanku, lenyap seketika. Ketika aku mulai mengenal beberapa teman seumurku yang bertempat tinggal di kanan kiri rumahku. Hari demi hari kami bermain bersama hingga keakraban terjalin begitu saja tanpa kami sadari berjalan dengan sangat menggembirakan.


Adalah Mintarto yang biasa kami panggil Tatok, Budiono yang kami panggil Budi, Nurrofick yang kami panggil Nunung, Muhammad Cahyono Suko atau Nanang dan kakaknya yang kini sudah tiada, almarhumah Indira Andriyani yang biasa kami sapa Andri. Di antara kami berenam, hanya aku dan Andri yang berkelamin perempuan. Tapi itu bukan penghalang bagi kami untuk menghabiskan waktu sepulang sekolah bersama, ataupun hari minggu yang membuat kami seakan tak bisa dipisahkan lagi.


Kebetulan hanya Tatok dan Budi yang satu sekolah sedangkan aku, Andri dan Nanang bersekolah di sekolah yang agak jauh dari rumah kami. Alasan orang tua kami adalah sekolah Tatok dan Budi sangat riskan karena kami harus menyeberang jalan raya dan juga rel kereta api, yang mana sering terjadi kecelakaan dan selalu memakan korban. Yah, bisa dimaklumi juga kekhawatiran mereka.

Biasanya sepulang dari sekolah, sesudah mengganti baju seragam dengan baju rumah dan tentu saja makan siang, tanpa dikomando satu persatu dari kami akan muncul di halaman rumah Tatok yang sangat sejuk karena kerindangan beberapa pohon nangka yang tak pernah berhenti berbuah.

Kami akan membicarakan permainan apa yang akan kami lakukan hari ini jika kemarin kami belum membuat rencana. Biasanya kami akan bermain sebagaimana cerita-cerita dalam film yang kami tonton dari layar televisi. Salah satunya adalah film CHIP's dan juga serial HUNTER, keren kan ? hehehe

Pukul 3 sore adalah waktu yang selalu kami gunakan untuk mulai beraksi, selain matahari sudah tak begitu terik, kami juga menghindari masalah dari para orang tua kami. Mereka akan sangat marah jika saatnya tidur siang kami gunakan untuk kelayapan (kata mereka, hiks), katanya .. kalah dengan anak ayam, yang kalau siang hari berlindung di bawah perut induknya untuk beristirahat, ini anak orang disuruh tidur susahnya minta ampun, hihihii .. disamakan anak ayam .


Biasanya kalau hari hujan, kami agak kesulitan untuk berkumpul. Karena bagiku sendiri, saat hujan deras ibu akan menungguiku sampai aku benar-benar terlelap. Hehe, aku tak kurang akal untuk mengelabuhi ibu, aku pura-pura terlelap dan mendengkur dengan bantal yang menutupi wajahku. Kemudian ibu akan membetulkan letak kepalaku dan meyakinkan apakah aku sudah benar-benar tertidur. Sesudah itu, beliau pasti akan segera pindah ke kamar depan untuk ngeloni adikku.


Dengan berjingkat-jingkat ala Scoby Do, aku membuka pintu dengan sangat hati-hati agar tak menimbulkan bunyi berderit. Dan sesampainya di luar pagar, aku akan melompat dan segera berlari di bawah derasnya hujan untuk bergabung dengan pasukanku yang ternyata mengambil jalan yang sama untuk melepaskan diri dari "belenggu Ibu" hahahaaa... Dan kamipun akan teriak " MERDEKA !" dan kemudian berlari sambil tertawa-tawa menyatu dengan hujan tanpa peduli jika nanti ibu-ibu kami menyadari "tahanannya" sudah melarikan diri.


Di bulan Agustus ini, ada kenangan tersendiri bagi masa kecil kami. Kami selalu bermain perang-perangan pada hari-hari menjelang Agustusan. Biasanya kami akan bermain lakonan 6 jam di Yogja, serial perang di televisi yang menjadi favorite kami. Tatok akan menjadi Letnan Soeharto, Nanang dan Nunung sebagai tentara kompeni belanda, aku dan Andri sebagai petugas palang merah merangkap mata-mata republik sedangkan Budi selalu minta peran sebagai Temon (bocah ajaib di film itu) .


Kami sangat mengahayati apapun yang sedang kami mainkan, bahkan jika ada tambahan kawan yang datang untuk ikut bermain, kami terima dengan sangat gembira. Dan jika musim panen tiba, kami akan bermain-main di pematang sawah, membuat suling dari batang padi, berguling-guling di atas pelepah padi yang sudah kosong tak peduli sinar matahari yang membuat kulit kami gosong. Dan sore harinya kami pulang dengan telinga tebal siap mendengarkan omelan ibu yang menyongsong.


Sungguh masa kecil yang tiada terlupakan, yang tak akan pernah hilang dari ingatan. Keakraban kami memudar seiring bentangan waktu dan usia yang terus berjalan. Kami mulai melangkah pada jalan kami masing-masing setelah memasuki usia remaja hingga dewasa kini. Kadang ada kesedihan yang hinggap di hatiku saat memasuki bulan Agustus. Banyak kenangan indah di bulan ini, saat kami bermain perang-perangan, mengikuti lomba 17an, pentas membacakan sajak perjuangan di panggung hiburan dan menarikan tarian rakyat dengan iringan biola dan gitar.


Kini, masing-masing dari kami sudah berkeluarga. Dan sahabatku Andri sudah mendahului kami menghadap Yang Kuasa. Dia masih sering menemuiku dalam mimpi hingga kini, untuk mengulang masa kecil kami. Sementara Tatok, Budi dan Nunungpun sudah berumah tangga. Sepertinya hanya Nanang yang masih melajang hingga sekarang. Semoga cepet dapat jodoh ya, Nang ...


Kami memang bukan Laskar Pelangi, kami hanyalah bocah-bocah bandel yang mempunyai segudang mimpi. Walau mimpi itu tak bisa kami raih, tapi kami tetap selalu tertawa bila mengingat semuanya, apalagi bila mengingat Budi yang menirukan gaya capten Hunter di saat akan mulai beraksi, " Follow me!"

hahahahaaa....










Wednesday, August 5, 2009

SITI SUNDARI

Aku sedang menghias kotak terakhir nasi kuning itu ketika tiba-tiba "ting .. tong .. "
ah siapa sih ... sedikit berlari aku mendekati pintu depan dan membukanya .
" Hai jeng, kenalkan .. saya Siti Sundari , jeng bisa panggil saya mbak Ndari . emmmm .. jeng baru di sini ya .. hehhee ... mampir ke gubug saya ya jeng ... kita bisa ngobrol dan lebih kenal satu sama lain yaa " Sesosok perempuan setengah baya , agak gemuk , muka bulat mengulurkan tangannya dan tanpa titik koma berbicara dengan ramah... sekejap aku terpana di buatnya . Bukan terpana karena apa , tapi aku heran dan benar-benar kaget . "oh ... eh ya bu .. eh mbak, senang berkenalan dengan mbak Ndari . Sarah " kataku terbata menyambut uluran tangannya.
" Mmm .. maaf saya harus menyelesaikan pekerjaan saya di belakang , insyaallah saya akan mampir ke tempat mbak Ndari "
Aku berusaha seramah mungkin "mengusir" dia dari rumahku . Aku memang tak suka bila sedang mengerjakan sesuatu di sela oleh sesuatu yang tak perlu .


Aku kembali menyelesaikan pekerjaanku, menata kotak-kotak kardus berisi nasi kuning yang akan ku bagi-bagikan pada tetangga-tetanggaku sebagai salam ketuk pintu atau salam perkenalan sebagai warga baru. Hari ini adalah hari pertama aku tinggal di lingkungan baru, setelah suamiku di pindah tugaskan di kota kecil ini aku mengusulkan pada suamiku untuk tidak menempati rumah dinas, karena bagiku jika tinggal di rumah dinas, aku dan anak-anak tak akan bisa bebas bersosialisasi dengan lingkungan yang lebih beragam lagi.Dan atas bantuan beberapa kolega dari suamiku, kamipun dengan mudah mendapatkan rumah sewaan yang kami tempati sekarang ini.


Satu persatu kotak kardus aku hantarkan sendiri ke rumah-rumah yang dekat dengan rumahku, dengan sedikit senyuman aku mencoba memperkenalkan diri pada setiap suri rumah yang rata - rata adalah ibu rumah tangga muda seumurku . Mereka menyambutku dengan sangat ramah. Sudah 7 rumah yang aku datangi , sambil tersenyum aku mengingat nama -nama si empunya wajah-wajah cantik tetanggaku, Rahmi, Ani, Ambar, Emi, Tati, Eti dan Marni ...mmmm tinggal satu rumah lagi, batinku sambil memandang rumah yang ada di depan mataku .


" Assalamualaikuuuum ... " aku segera mengucap salam sambil mataku celingak - celinguk ke dalam . Rumah ini terbuka pintunya .. entah disengaja .. entah tuan rumah lupa menutupnya. Karena menurutku sangat bahaya membiarkan rumah di tepi jalan dalam keadaan terbuka seperti ini .
" Waalaikumssalaaam ... eeeh si jeng yang baru itu ya .. aduuuh mari silahkan masuk jeng . Wah seneng saya lho jeng ... jeng siapa ya tadi .. aduh maaf saya bener-bener lupa jeng "
Suara orang ini betul-betul hampir membuatku pingsan, aku sedang asyik mengawasi sekitar rumahnya tiba-tiba dia sudah nyerocos mengejutkan ... waduh bukankah ini Siti Sundari yang kerumahku tadi pagi?
Tadi pagi dia memakai baju begitu rapi , sekarang yang dikenakan adalah daster besar dan gombrong warna hijau dan rambut bekas sasakannya di biarkan terurai ... seperti ... hiii .. aku geli sendiri.


Sebenarnya aku hanya memberi waktu paling banyak 10 menit untuk berkenalan di setiap rumah, tapi sudah hampir 15 menit wanita di depannya ini tak juga menghentikan pembicaraannya . Dengan tanpa bisa disela dia mulai menceritakan tentang dirinya yang mantan penyanyi keroncong terkenal sekabupaten, hmm ...
" Nanti dulu jeng, saya ambilkan album foto saya ya .. " katanya seraya bergegas masuk ke dalam kamarnya dan bergegas pula memperlihatkan album yang berisi foto-foto ketika dia "berjaya " sebagai biduan ternama . " Lihat yang ini jeng, ini waktu saya bernyanyi di pendopo kabupaten ... lihat ini ... pak bupati dan ibu ... tersenyum kan .. mereka sangat mengagumi suara saya ... ini waktu ada tamu dari gubernuran lho .." katanya sambil menunjuk sebuah foto .
Aku mengamati , yaa ... gambar seorang wanita muda sintal berkebaya merah nampak sedang menyanyi ... dan para tamu undangan yang sepertinya para pejabat tinggi.

Aku membolak balik lembar demi lembar halaman album foto yang diperlihatkannya padaku . Semua foto memerlihatkan Mbak Sundari yang masih muda dalam balutan kebaya sexy ... dengan profesinya sebagai penyanyi keroncong . " Mbak Ndari cantik dan sexy ya waktu masih muda dulu .. sekarangpun masih cantik " ujarku sambil menatap wajah cerah di depanku sambil meletakkan album foto itu di atas meja .
Siti Sundari tersenyum malu dan berucap " Ah .. ternyata jeng Sarah bisa mengakuinya ... tapi hanya jeng Sarah saja .. yang lainnya tak ada yang mau peduli " suaranya berubah sendu dan melirih.

" Kok jadi sedih mbak ,.... oya ... suami dan anak - anak mbak Ndari tentu sangat bangga dong dengan mbak , karena istri dan ibunya seorang penyanyi terkenal "

Kulihat Sundari menghela nafasnya ... dalam ..
" Saya ini ndak punya siapa - siapa jeng , saya hanya tinggal di temani Parti pembantu saya yang sudah 20 tahun setia bersama saya . Saya di campakkan oleh semua orang ... ndak ada lagi yang mau mendengarkan saya menyanyi ... saya di keluarkan dari group band keroncong , ndak ada yang mau menerima saya ... bahkan suami dan anak saya ... mereka semua pergi meninggalkan saya ... sampai detik ini hanya jeng Sarah yang mau mendengarkan saya .. bahkan bilang saya cantik .."


Aku yang tadinya ingin segera beranjak dari rumah itu kini malah semakin tertarik untuk lebih tahu lagi tentang Siti Sundari yang mulai menangis sesenggukkan di depanku .

" Sudah lah mbak Ndari ... jangan sedih ya ... tadi semangat sekali kok sekarang jadi nangis gini .. nanti cantiknya hilang lho .." ku usap punggunggnya seperti aku menenangkan Gita putriku jika sedang menagis .

" Saya ndak sedih jeng ... saya hanya merasa dunia ini terlalu kejam buat saya . Saya hanya perempuan biasa jeng .. yang inginkan hidup lebih layak ... mendapat apa yang saya inginkan ... bertaburan mas berlian ... memakai baju-baju bagus .. yang suami saya tak bisa memberikannya .Suami saya hanya seorang penjahit baju di perempatan jalan .. apa yang bisa saya dapat dengan uang yang untuk beli beras seminggu saja kadang-kadang kurang . Anak saya juga begitu ... padahal selama ini sayalah yang memberinya uang untuk membeli semua barang yang dia inginkan. Tapi dia juga membeci saya .. dia ikut mengusir saya dari rumah kami yang di kota ... 10 tahun yang lalu sampai sekarang saya di sini jeng ... ini rumah peninggalan orang tua saya . Saya ndak punya siapa-siapa ..."


Isak Siti Sundari mantan penyanyi keroncong itu semakin menjadi membuatku jadi bingung menghadapinya .
Seorang perempuan kurus hampir seumur dengan mbak Ndari tergopoh - gopoh mendekati , dia menganggukkan kepalanya kearahku dan tersenyum " Maaf bu ya ... saya Parti " katanya ... hmmm ini to Parti itu . Kemudian dengan sabar Parti membujuk sang nyonya yang nampak semakin sesenggukkan

" Ibu istirahat dulu ya ... mari Bu ke dalam , nanti saya ambilkan obat ya Bu ... sudah itu Ibu tidur ya .." dengan sigap Parti menuntun Siti Sundari yang terlihat sangat menurut apa yang di katakannya .

Mereka masuk ke dalam kamar tanpa memperdulikan aku yang masih keheranan.
Sekejap kemudian nampak Parti menemuiku " maaf ya Bu ... Ibu Ndari agak kurang sehat .. maafkan saya " ucapnya sambil membungkukan badannya

" Ya sudah mbak Parti ... saya juga mau pamit kok, sudah hampir satu jam lho saya di sini . Salam buat mbak Ndari ya kalau sudah bangun nanti ... semoga cepat sehat " Parti tersenyum mengiakan dan aku segera melangkahkan kaki pulang.


Ketika langkahku makin mendekati rumah, aku berpapasan dengan Rahmi tetangga baruku yang tadi sempat aku kunjungi .

" Eh Bu Sarah ... saya lihat bu Sarah lama banget di rumahnya si penyanyi gila itu ... cerita apa aja dia, ahaaa .... sudah kena lawakannya pasti yaaa .... " Aku jadi semakin heran dengan kata - kata Rahmi ini
" Maksudnya Bu Rahmi ....? " aku tak mengerti akan kata-kata Rahmi ini, tapi dia semakin membuat aku penasaran .
" Nanti saya kasih tau ya sama bu Sarah ... sekarang saya mau pasar dulu ... mau belanja buat ulang tahun anak saya besok, atau besok bu Sarah kerumah saya aja yaa ... pasti saya ceritakan semuanya ... saya buru-buru nih ... sudah siang ... panas " Yeee ... nie orang, batinku geram . Hehehe baru sehari di sini aku sudah ketemu sama biang gosip .


Di rumah aku masih teringat tentang Siti Sundari, bagaimana dia menggebu-gebu menceritakan tentang masa "jaya" nya sebagai penyanyi ... tapi tiba-tiba menangis sampai dadanya sesak ketika menceritakan tentang suami dan anaknya . Juga tentang kata-kata Rahmi ... ah aku mau cerita sama siapa ya ... Aku memang tak bisa menyimpan apa yang kuketahui di sekelilingku, tapi aku juga tak suka menceritakan pada orang lain yang selain anggota keluargaku .
Kalau aku ceritakan pada anak-anakku ... jelas tak mungkin, mereka masih terlalu kecil untuk mendengar " gosip " .
Kalau aku cerita pada suamiku ... malas ah, paling jawabannya .

" Mama ini memang ..... rese !" Huh .... dia gak faham dunia perempuan hahahaaa ..


Akhirnya ... kuraih gagang telephone dan ku tekan .... no telephone rumah kakakku ..
" Hallo ...kak ... lagi apa .... aku ada cerita nih ... bla .. bla ...bla .... "


**************** ##### ********************


Hari Sabtu yang cerah, setelah melepas keberangkatan suamiku ke kantor dan anak-anak ke sekolah, aku segera membereskan sisa-sisa sarapan pagi mereka . Dan seperti biasa aku mulai mengerjakan pekerjaan rutinku sebagai ibu rumah tangga ... mencuci baju, mengemas rumah dan mempersiapkan segala sesuatu untuk dimasak nanti siang. Tapi sepertinya hari ini aku harus pergi ke pasar, karena persediaan sayur dan beberapa bahan masakan sudah mendekati habis . Setelah bertukar pakaian dan memeriksa sekeliling rumah aku segera mengeluarkan motor bebekku yang biasa aku pakai jika aku berpergian yang agak jauh dari rumah, maklum jarak antara rumahku dengan pasar lumayan jauh ... 2,5km .

Baru aku keluar dari pintu pagar rumah tiba-tiba terdengar suara memanggilku, hehe Rahmi si biang gosip itu tampak tergopohgo-poh menghampiriku.

" Bu Sarah mau kemana, ke pasar ya .... jangan lupa nanti ke rumah saya lho ... bawa anak-anaknya, itu si Ayu anak saya hari ini ulang tahun ... saya bikin sedikit nasi kuning buat kenduri ... jangan lupa lho Bu .."
" Iya bu Rahmi ... asaya nanti datang ya ... mariii ... " jawabku tersenyum sambil melajukan bebek hitamku menuju jalan besar.


Jam di dinding rumahku sudah menunjukkan pk.11.30 siang, aku sudah mulai membereskan dapur. Masakan untuk makan siang sudah siap aku atur di atas meja makan dan ku tutup agar terhindar dari debu dan lalat-lalat yang suka nyasar.
" Ting tong ... " bell rumahku berbunyi , aku bergegas membuka pintu depan rumahku . Seorang lelaki berkopiah hitam mengucap salam dan aku persilahkan masuk .

" Silahkan duduk pak " ujarku ramah .
" Begini bu , tujuan saya kemari pertama-ama ingin bersilaturahmi dengan ibu dan keluarga dan ijinkan saya memperkenalkan diri ...saya Rahmat, ketua urusan kesejahteraan di desa ini. Kedua ... hari ini saudara kita satu warga desa telah di panggil ke rahmatulloh pada jam 11 pagi tadi... saya mengharap kesediaan ibu ataupun bapak untuk memberi salam ta'ziah bagi almarhumah di kediamannya "

"Oh iya pak Rahmat... baik insyaallah saya akan datang karena suami saya ada di kantor. Hmmm siapa yang meninggal ya pak ?"

"Ibu Siti Sundari yang ada di sebelah jalan itu, bu Sarah sudah kenal bukan ?" bagai halilintar aku mendengar jawaban pak Rahmat dan terbata aku mengucap " Innalillahi wa'innaillaihi roji'un.... "


Entah mengapa tubuhku terasa lemas mendengar nama Siti Sundari yang tiba-tiba meninggal hari ini.
Berbagai pertanyaan berkecamuk di otakku ... aahh ... benar-benar wanita penuh misteri.
Aku segera bangkit dan mempersiapkan diri untuk ke rumah almarhumah yang akan dikebumikan tak lama lagi.


Tak banyak pelayat yang datang dikediaman mbak Ndari, hanya nampak beberapa lelaki berkopiah dan berpakaian rapi masih sibuk mempersiapkan pemberangkatan jenazah ke pemakaman. Di dalam rumah beberapa perempuan berkerudung hitam duduk di atas gelaran tikar sambil membacakan surat yasin terdengar lirih dan suasana nampak begitu mengharukan . Aku melihat mbak Parti yang duduk di sebelah jenazah yang tertutup kain kafan putih nampak tertunduk sesenggukan.

Perlahan kudekati dan kuusap punggungnya " Sabar ya mbak Parti .... " ujarku lirih setelah memberi salam.

" Iya bu ... saya ndak tau kenapa Ibu nekat berbuat seperti ini, kemarin malam setelah saya yakin ibu sudah tidur pulas, saya langsung pulang ke rumah. Dan pagi tadi .... saya menemukan ibu terbaring di lantai dengan banyak busa putih yang keluar dari mulutnya .... ibu nekat makan seluruh sisa obat tidur yang biasa di minumnya ... padahal saya sudah menyimpannya di tempat tersembunyi ... tapi Ibu bisa menemukannya ... saya berusaha membawanya ke rumah sakit tadi ... tapi dokter sudah ndak bisa menolongnya ..... " keterangan Parti semakin membuatku terkejut setengah mati.


Aku masih belum bisa memejamkan mataku malam ini ... bayangan wajah Siti Sundari masih menari-nari di pelupuk mataku. Kematiannya menjadi bahan pergunjingan hangat di seluruh desa ... dan mungkin di seluruh kecamatan ... dan mungkin juga di seluruh kabupaten.
Masih ku ingat cerita Rahmi siang tadi ketika aku berkunjung ke rumahnya sore hari untuk memberikan kado ulang tahun anaknya.

" Siti Sundari ... dulu dia anak tunggal keluarga kaya di desa ini, ayahnya seorang mantri tani yang memiliki berhektar-hektar sawah . Namun ibunya hanyalah istri kedua dari mantri tani tersebut. Masa remaja Siti Sundari yang terbiasa hidup bermanja dan berlimpahan harta berubah seketika ketika dia harus menikah dengan seorang pemuda pengangguran yang menghamilinya sebelum resmi menikah.

Dia diusir dari rumah oleh kedua orang tuanya . Lelaki yang kemudian menjadi suaminya bukanlah pemuda yang menghamilinya, pemuda itu menghilang entah kemana.
Seorang lelaki yang karena bersimpati menampungnya dan bersedia menikahinya untuk menutup aib yang menempel pada diri Siti Sundari. Setelah kelahiran anak laki-lakinya yang pertama disusul kemudaian anak kedua dari suaminya yang hanya berprofesi sebagai penjahit di perempatan jalan kabupaten, Siti Sundari mulai merasa kesulitan membagi hasil jerih payah suaminya untuk kehidupan sehari-hari. Sementara dia sendiri tak mempunyai ketrampilan dan juga pendidikan yang memadahi.

Dengan modal wajah cantik dan tubuh moleknya , Siti Sundari nekat mendaftarkan diri sebagai penyanyi keroncong pada sebuah perkumpulan orkes keroncong di kabupaten. Dan karena kegigihannya dia berhasil menjadi penyanyi keroncong kesayangan sang pemimpin perkumpulan tersebut.
Nama Siti Sundari mulai terkenal dan di kenal masyarakat bukan karena suaranya tapi karena gaya panggungnya di saat menyanyi yang genit dan bentuk tubuhnya yang aduhai terbalut kain kebaya membuat mata lelaki tak berkedip memandangnya. Bahkan bapak bupati menjadikannya penyanyi keroncong langganan untuk setiap acara-acara penting ataupun menghibur tamu-tamu undangan di kabupaten.

Kehidupan Siti Sundari mulai berubah, dia berhasil menjadikan kehidupan rumah tangganya nampak mewah dan berlimpah harta . Kasak kusuk di luar mengatakan bahwa Siti Sundari menjadi simpanan orang besar. Namun semua itu tak menyurutkan popularitas Siti Sundari.
Kejayaan Siti Sundari nampaknya tak berlangsung lama , puncak itu segera roboh begitu sebuah skandal memalukan terjadi dini hari di sebuah kamar hotel mewah di luar kota.
Sebuah surat kabar loka , memuat berita yang sangat membuat seluruh warga kota heboh dan tentu saja suami dan anak-anak Siti Sundari yang merasa bagai tersambar petir!

" SEORANG BUPATI MENINGGAL SEKETIKA DI SEBUAH KAMAR HOTEL XX KARENA SERANGAN JANTUNG, JENAZAH DIKETEMUKAN BERSAMA SEORANG WANITA YANG DIKENAL SEBAGAI PENYANYI KERONCONG TERKENAL DI DAERAHNYA. WANITA TERSEBUT BERINITIAL SS !!"


Bahkan Rahmi masih menyimpan lembaran surat kabar yang di simpannya rapi selama 10 tahun ini , katanya sebagai kenang-kenangan dan barang bukti jika ada orang menuduhnya mengarang cerita. Ah dasar Rahmi ... ada-ada saja dia.

Aku jadi bisa membayangkan bagaimana perasaan Siti Sundari saat itu. Aku jadi lebih mengerti kenapa suami dan anak-anaknya mengusirnya dari kehidupan mereka ... kenapa kumpulan orkes keroncong itu menolak kehadirannya ... mengapa semua orang mencibir padanya ... mengapa hanya Parti yang setia menemaninya .... dan mengapa Siti Sundari harus nekat mengakhiri hidupnya ....


Aku bangkit dari kamarku ... dan kuperiksa kamar kedua buah hatiku yang nampak tertidur pulas. Kubelai rambut mereka dan kukecup kening keduanya .
Kembali aku ke kamarku, kupandangi wajah tampan suamiku yang nampak kelelahan. Ku belai rambutnya dan kukecup keningnya .. seperti yang kulakukan pada kedua anak kami.
Aku segera mengambil air wudu mengerjakan sholat malam ... aku menghatur syukurku pada Sang Maya Penyayang, atas semua karunia yang selama ini telah dilimpahkanNya padaku.
Dan Siti Sundari .... adalah pelajaran yang sangat berarti untukku terus mensyukuri nikmat Illahi.


Untukmu Siti Sundari ..... apapun yang telah terjadi, aku berdo'a semoga Allah memberi tempat yang terbaik untukmu .... di sisi NYa ... Amin.




TAMAT