Thursday, July 30, 2009

BELAJAR MENULIS

Kertas kosong yang kuhadap satu jam di depanku sudah penuh dengan rangkaian huruf yang menjadi kata dan terangkai menjadi kalimat-kalimat yang indah .
Kubaca lagi ... kuulang lagi, indahkah ? .... tanyaku dalam hati. Ku mulai gundah dan meragu lagi ... dahiku berkerut mengamati , srrrreeeeeettt ! kurobek tanpa bertanya lagi ... dengan gemas kuremas dan .... plung ! kucampak pada tong sampah yang siap menampung. Ini sudah sobekan kertas yang ke empat, entah berapa kali aku mengumpat.

Kembali kumenekuri kertas kosong bergaris sambil berfikir apa yang akan aku tulis. Pena hitam masih setia dengan kepekatan tintanya yang kugenggam hingga jemariku basah berkeringat. Satu persatu huruf mulai menghiasi permukaan kertas warna putih seiring lincahnya tanganku yang menari - nari menuntun pena yang terselip di antara jari-jemari. Sepuluh menit berselang kuputuskan berhenti, yaaaa .. sudah jadi! Aih ... aiiiih pandainya diriku mencipta sebuah puisi, hatiku berbangga diri memuji tanpa melihat kanan kiri.

Sudah dikumpul bersama-sama yang telah terkumpul, sang guru memeriksa sambil tersenyum simpul.
Semua mata tak berkedip memandang raut wajah sang guru yang membaca satu persatu dengan hati berdebar tak menentu . Lihatlah, sang guru yang bemimik muka lucu ... kadang berkerut ... kadang tersenyum kecut ... membuat jantung semakin dag dig dug ..melebihi kerasnya suara orang menabuh beduk .

Sang guru memandangku tajam membuat tubuhku gemetar serasa merejam, kepalanya mengangguk memanggilku untuk bangkit dari tempat duduk. Aku suka tulisanmu, kata guru menenangkan hatiku ... kamu berbakat, tapi ..... aku tak setuju cara kamu mengakhiri jalan cerita yang kau tulis ini .
Ini pelajaran mengarang, kau bukan penulis profesional ... kau harus ikuti segala syarat dan aturan jika kau ingin lulus dalam ujian, kembali kata-kata guru mengingatkanku.

Itu kata sang guru ketika aku masih kaku dan lugu mengolah kata menjadi cerita cinta jitu. Kini aku kembali bertemu sang guru, yang tetap bermimik muka lucu bila membaca hasil tulisanku. Kau bebas menulis apa saja, kata guru meyakinkanku ... tulis walaupun tentang hatimu yang sedang menangis. Tuangkan apapun yang ingin kau tulis ... jangan pedulikan kata orang caramu mengakhiri cerita yang hendak kau tulis, tulislah ... nyamankan hatimu dengan menuangkan isinya di situ.

Ah guru ... dulu kau berkata begini ... sekarang kau berucap begitu, mana yang harus kutiru?
Tapi guru ... apapun katamu aku tetap hormat dan mengagumimu. Di sini ... sampai saat ini ... dan entah sampai kapan nanti .... aku tetap akan terus belajar, belajar apa yang telah kau ajarkan padaku agar aku lebih maju.
Guru, lihatlah di sini aku masih juga .... belajar menulis .. menulis dan terus menulis



**** Lagi belajar nulis hehehe

MAS YANTO

Hari yang cerah , ketika aku mulai keluar rumah untuk menyetorkan kue kue buatanku pada beberapa toko dan warung makan yang berada tak jauh dari tempat tinggalku .Setelah meninggalkan dua buah toko yang menjadi langgananku , kini aku membelokkan arah sepeda motorku menuju ke sebuah rumah makan kecil yang pemiliknya adalah bekas teman sekolahku. Rumah makan di tepi jalan yang sederhana namun tak pernah surut oleh keramaian pengunjungnya .



Aku sendiripun tak pernah menyangka temanku yang pernah menyandang gelar pelajar teladan tingkat kabupaten sewaktu SD , kini menekuni profesinya dalam dunia kuliner sekaligus ibu rumah tangga .
Sama saja denganku yang semasa sekolah selalu mendapatkan rangking di tengah - tengah , tak ke atas tak juga ke bawah . Hehehe ... ternyata kecerdasan seseorang semasa sekolah tidak menentukan mau jadi apa dia kelak . Mungkinkah , atau kebetulan saja . Yang jelas aku sangat senang karena dia kini menjadi pelanggan tetap kue - kue buatanku.



Rumah makan itu masih sepi , sepertinya baru saja dibuka karena waktupun baru menunjukkan pk.8 pagi ketika aku memasuki pintunya yang terbuka lebar . Aku melihat Nunik , temanku si pemilik rumah makan ini sedang asik berbicara dengan seorang laki - laki di salah satu meja yang tersedia . Setelah mengucap salam dan sedikit senyuman juga aku berikan pada Nunik dan laki - laki itu , seperti biasa aku langsung menata kue - kue pada wadah yang telah disediakan . Nunik menghampiriku sambil membuka laci meja yang ada di depanku dan memberikan sejumlah rupiah untuk membayar kue - kue yang telah habis terjual .


" Terimakasih Nik , aku langsung jalan ya " kataku berpamitan
" Sebentar Wid , kenalkan dulu nih mas Yanto ... sepupuku yang baru saja datang dari Magelang. Dulu dia kuliah di IKIP Yogja , sering main ke rumahku juga . Sekarang dia ditugaskan mengajar di salah satu SMP di sini ." kata Nunik sambil mengajakku mendekati laki - laki yang tadi berbincang - bincang dengannya.
Laki - laki yang berkulit putih itu tersenyum mengulurkan tangannya disertai anggukan ramah .
" Hai , yanto .. "
" Widi .." kusambut uluran tangan dan keramahannya .
" Tinggal di mana ?"
" Dekat sini saja kok mas , seberang jalan situ dekat pom bensin"
" Ohya?" ada sedikit nada terperanjat dari ucapannya.
" Kenapa mas ?"
" Ah ... enggak , saya jadi ingat masa lalu aja "
" Masa lalu yang mana nih ... ?" aku mulai usil dan mengamati wajah laki - laki di depanku yang mengingatkan aku pada seseorang , hatikupun mulai bermain teka - teki.


" Aku pernah suka pada seorang gadis yang rumahnya di seberang jalan itu juga . Dulu waktu aku masih kuliah di sini . Waktu itu gadis itu masih duduk di bangku SMA kelas dua kalau tak salah , aku mengenalnya sewaktu ada acara pameran pembangunan di kabupaten yang melibatkan para pelajar SMA dan mahasiswa . Kebetulan kami sama - sama ikut andil dalam kegiatan tersebut , saya tertarik dengan keramahan dan keceriaan gadis itu selain dari wajahnya yang tentu saja cantik ."
" Terus ?" aku menyela memberinya waktu untuk menghela nafas , dan Nunikpun nampaknya mulai tertarik dengan cerita sepupunya itu kembali duduk di sebelahku .


" Kami berkenalan , walaupun aku tahu bukan hanya aku seorang saja yang tertarik dengan gadis itu tapi aku merasa PD sekali karena dia memberikan alamat rumahnya bahkan mengijinkan aku untuk bertandang .Aku sering ke rumahnya , mungkin aku tergila - gila dengannya ... tak tahu juga ya , rasanya aku yakin sekali dialah calon istriku ... hehehe ".

" Terus ... terus .. " kini Nunik yang mulai beraksi seperti tukang parkir

" Iya ... tapi aku sangat terganggu sama kedua adiknya yang sangat usil dan nakal - nakal itu .Dua adiknya itu perempuan , tapi kelakuan dan gaya mereka mirip laki - laki alias tomboy .Akupun menyerah karena dua bocah nakal itu , konyol bukan ?"
Aku terdiam , tebakanku mulai sedikit jelas ... aku tersenyum kecut sedangkan Nunik semakin penasaran.
" Kok bisa sih mas , hanya garagara dua bocah perempuan kecil saja menyerah "


Laki - laki yang bernama mas Yanto itu menghela nafasnya .
" Gimana gak menyerah , mereka itu bukan bocah kecil sih ... yang satu SMA kelas satu yang satunya SMP kelas satu . Bayangkan saja , setiap kali aku datang berkunjung .. ada saja yang mereka lakukan . Kadang - kadang kalau salah satu dari mereka yang membuka pintu, aku di suruh duduk di teras dan pintu ditutup lagi tanpa ada seorangpun yang keluar untuk menemuiku , dan akupun harus pulang dengan hati mendongkol . Terus kalau aku sedang berbicara dengan kakaknya , ada saja ulah keduanya .. bermain gitar dan bernyanyi dengan keraslah di ruang yang sama , memutar tivi juga dengan volume yang mengalahkan suara layar tancep , kejar - kejaran di sekitar sofa yang aku duduki bahkan pernah dengan kurang ajarnya mereka meletakkan cobek buat bikin sambel itu di atas meja, dengan memberi jampi - jampi katanya semoga tamu yang jelek ini segera pergi dan tak pernah gentayangan di sini "


Nunik tertawa terpingkal - pingkal , sedangkan aku hanya tersenyum kecut mendengarnya .
" Terus .. terus ... kok kurang ajar sekali anak - anak itu ya .. tapi lucu juga " kata Nunik di sela tawanya .


" Itulah , aku juga heran gadis itu juga gak melarang ataupun memarahi adik - adiknya . Aku sempat berfikir apakah ini memang sengaja, kalau dia tak suka sama aku kan bisa bilang ... tapi dia diam aja . Tapi aku mulai sadar ketika hari - hari selanjutnya yang menemuiku adalah ibunya dan selalu ibunya dengan alasan gadis itu sedang di rumah saudaranya ataupun ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.
Dan ketika kedatanganku yang terakhir itu adiknya yang SMP yang membukakan pintu , sambil tersenyum sinis dia menanyaiku , ..... mau ngapelin ibu ya mas , ibu lagi kondangan nanti jam 12 malam baru pulang , kalau mau nunggu silahkan aja duduk manis di teras yaa ... "


" Betapa geramnya aku sama anak kecil itu , tapi gak tahu juga ya kenapa aku gak bisa marah sedikitpun dengan kekurang ajaran mereka . Aku hanya bisa tersenyum dan pamitan pulang ... bayangkan , aku masih mau berpamitan pada seorang gadis kecil yang mengejekku . Akhirnya kuputuskan untuk menyudahi kunjunganku ke rumah itu lagi . dan berusaha melupakan gadis cantik itu , gak ada sakit hati kok ... cuma kecewa saja .. heheh "


" Kalau boleh tahu siapa nama gadis yang mas Yanto sukai itu ?" aku meyakinkan tebakanku.
Mas yanto nampak mengingat - ingat sesuatu , dan hatiku berdebar - debar menunggu jawabannya .

" Hmm ... kalau gak salah ya ... namanya Hera , yaaa... nama gadis itu Hera .. tepatnya Herawati !"

Aku terlonjak , jantungku seperti mau lepas mendadak .... apalagi ketika Nunik secara mengejutkan bertanya ..

" Wid , bukankah kakakmu bernama Hera ?"


Aku pura - pura tak mendengarnya sambil melihat arloji di pergelangan tanganku , aku berpamitan.
" Aduh maaf , sudah ngelantur ya ... daganganku belum selesai kusetorkan semua nih .. aku pamit dulu
ayuk Nik ... mari mas , saya jalan dulu ... terimakasih ya , ceritanya menarik sekali "
Aku bergegas meninggalkan meja diiringi tatapan heran mas Yanto , aku tahu ada yang ingin di tanyakannya sehubungan dengan pertanyaan Nunik padaku tadi .



Tak perlu ditanyakan mas , aku terlalu malu untuk menjawabnya ... kataku dalam hati sambil nyengir pergi.



****** ### *****

Kisah Sebuah Bando dan Telor Ceplok

Sebenarnya kalau teringat cerita ini aku selalu dipaksa tersenyum kecut oleh hatiku sendiri . Cerita konyol yang ku alami semasa duduk di bangku SMA .
Cerita yang di awali ketika hari itu sekolahku meniadakan pelajaran untuk satu hari karena para guru dan stafnya mengadakan rapat mendadak.Tentu aku dan juga teman - teman satu kelas bahkan mungkin seluruh siswa di sekolahku menyambutnya dengan gegap gempita . Biasakan anak sekolah , memang selalu itu yang dinanti - nantikan .
Dan untuk menghabiskan sisa waktu hari itu, aku dan ke dua sahabatku Wanty dan Tari memutuskan untuk berjalan - jalan ke plaza .


Udara sangat panas menyengat kulit saat itu walaupun arlojiku baru menunjukkan pukul 10 pagi . Tapi keadaan di sepanjang koridor plaza terasa begitu ramai dengan para pengunjung . Setelah selesai menikmati semangkok bakso dan segelas es buah di warung bakso terfavorit di kotaku , kami bertiga kembali berjalan menyusuri sepanjang koridor plaza sambil sekali - kali memasuki beberapa toko buku, toko baju ataupun toko aksesoris walau tak satupun dari kami yang berniat membeli. Memang sangat mengasikkan untuk memasuki toko - toko tersebut . Sambil bercanda kami bisa mencoba barang - barang yang di pajang di etalase toko tanpa peduli dengan omelan atau teguran dari para pramuniaga.


Hingga pada akhirnya kami memasuki sebuah toko aksesoris terbesar yang menjual begitu komplit perlengkapan - perlengkapan perempuan , dari barang seperti karet gelang , ikat rambut , hiasan rambut, sepatu , tas hingga segala macam keperluan untuk kaum hawa ada di situ.
Aku sendiri langsung berjalan menuju ke lorong dimana terletak berbagai ragam pernak - pernik untuk mempercantik rambut , karena di situlah tempat yang paling menyenangkan bagiku .Aku mulai pelacakanku dengan memilah - milah karet - karet pengikat rambut yang cantik dan berwarna - warni. Namun tak satupun yang menarik perhatianku , selain beberapa aku sudah punya , modelnyapun terlalu kekanak - kanakkan seperti ikat rambut untuk anak - anak TK dan SD . Dan akupun mulai mengalihkan pandangan ke arah lain . Aku melangkah ke arah etalase yang memajang berbagai macam bando atau bandana .


Mataku terpaku pada sebuah bando yang sangat cantik , ukurannya tidak terlalu besar dan terbalut oleh pita beludru berwarna hitam putih teranyam begitu indah. Aku segera mengambilnya dari sela deretan bando - bando lainnya . Kuberjalan ke arah cermin besar yang memang di sediakan di sana dan memasangnya pada rambutku yang panjang sebahu. Wow ... fantastis ! Aku melihat diriku seperti seorang putri paling manis saat itu dengan bando indah menghiasi rambutku . Kulepas bando dari atas kepalaku dan mencari bandrol yang mencantumkan harganya , ternyata ada di sebalik bando itu . Hmm .. harganya lumayan mahal , Rp. 6000,00 . Untuk ukuran pelajar seperti aku tentu harga tersebut mahal , karena biasanya aku membeli bando hanya dengan harga Rp. 3000,00. Dan yang ini dua kali lipat harga biasanya . Ketika aku membuka dompetku , aku hanya menemukan uang kertas pas Rp. 6000,00. Itupun uang sisa dari uang jajan setiap hari yang aku kumpulkan untuk minggu ini .
Kalau aku belikan bando itu , tentu aku tidak akan punya simpanan lagi . Ah .. tapi bando hitam putih itu sangat menggodaku dan sayang kalau aku tak memilikinya .

Di saat aku berada dalam kebingungan antara membeli dan tidak , tiba - tiba Wanty dan Tari datang menghampiriku . Aku menunjukkan bando tersebut pada keduanya .
" Cantik ya ?"
Wanty mengambilnya dari tanganku sambil berkata , " Kamu tau Wid, aku tadi sudah ke sini . Dan aku juga suka dengan bando ini , terus aku cari kamu juga Tari untuk ngasih tau dan minta pendapat kalian tentang bando ini. Eeehh .. gak taunya kamu sudah di sini "
" Kamu juga suka Wan ... harganya mahal sekali "
" Iya , memang mahal . Tapi sayang kalo gak dibeli Wid, bagus banget ... cuma satu lagi" jawab Wanti datar namun mengejutkan aku.
" Cuma satu ??"
" Iya ... aku tadi sudah tanya sama pramuniaganya "
" Waahh .. cantik juga ya bandonya " Tari ikut - ikutan mengamati bando itu.
Rupanya Taripun tertarik pada keunikan bando indah itu .Ternyata kami bertiga sama - sama saling ingin memiliki bando cantik itu , dan secara kita yang hanya pelajar dengan uang jajan pas - pasan kami bertiga sepakat untuk memiliki bando itu secara bersama - sama. Apalagi bando itu hanya ada satu - satunya di toko tersebut.Caranya adalah dengan patungan Rp. 2000,00 perorang yang tentu saja sangat meringankan aku . Dan sesuai kesepakatan bersama , bando indah itu bisa kita miliki selama 1minggu bergilir . Heheheee ... itu adalah usulan dari Tari yang memang punya otak cemerlang di antara kami bertiga.


Setelah membayarnya kamipun mengundi siapa yang berhak membawa pulang bando untuk yang pertama kalinya . Dengan cara hompimpah aku memenangkan undian itu . Betapa beruntungnya aku , sepanjang perjalanan pulang ke rumah aku sudah membayangkan bagaimana besok pagi aku pergi ke sekolah dengan bando cantik ini di rambutku . Pasti aku akan jadi pusat perhatian teman - teman sekolahku dan juga guru - guru.Hahahahaa aku memang agak narsis sejak dulu , selalu ingin menjadi pusat perhatian orang - orang di sekitarku . Bagiku menjadi pusat perhatian adalah sesuatu yang membuat hidupku terasa indah dan penuh semangat .


Sampai di rumah tepat pukul 2 siang, aku melihat ada sebuah mobil terparkir di halaman rumahku .Sepertinya ada tamu yang berkunjung ke rumah , nampak dari luar pagar ibu sedang berbincang - bincang dengan beberapa orang di ruang tamu . Setelah mengucapkan salam dan mencium tangan ibu , aku bergegas masuk ke dalam kamarku. Ketika melintas di depan pintu kamar adikku , aku mendengar suara aneh dari dalam . Ku belokkan langkah kakiku ke kamar itu dan bertapa terkejutnya aku melihat pemandangan yang begitu memukau ! Keadaan kamar adikku tak ubahnya seperti kapal pecah, dengan berbagai barang berserakan di lantai , di atas meja . Dan kulihat sosok adikku duduk di sudut ranjangnya sambil tersedu - sedu .
" Kenapa kamu?" tanyaku sambil memasang tanganku di pinggang . Tentu saja aku kesal di buatnya , karena pasti nanti aku juga yang akan membereskan benda - benda yang berserakan di kamar ini.
" Lapar " jawabnya pendek
" Makan dong , memangnya ibu belum masak ?"
" Udah "
" Trus ?"
" Gak ada telor ceploknya"
Ya ampun anak ini , selalu saja begini . Adikku masih duduk di bangku SMP kelas II saat itu, dan hobinya adalah makan telor goreng yang dibuat mata sapi yang kami menyebutnya telor ceplok.Setiap kali makan nasi harus ada telor ceplok , kalau tidak pasti dia tidak akan mau makan. Seperti hari inilah , tapi kenapa ibu sampai lupa ya , pikirku dalam hati. aku melangkah ke arah meja makan yang di atasnya telah tertata rapi menu makan siang hari ini. Ku buka tutup nasi dan kulihat ada sepiring ikan pindang goreng, sepiring tahu bacem dan semangkuk sayur bayam dengan jagung muda , juga ada sambal terasi lezat buatan ibu . Lihatlah begitu nikmatnya menu makan siang yang sudah ibu masak, tapi adikku tetap bilang gak ada yang enak.
Aku berdiri didepan pintu kamar adikku , " Kan ibu lagi ada tamu , tunggu aja sebentar tamunya pulang kan pasti di gorengin, bereskan tuh barang - barangmu... aku gak mau ngurus! Dasar cengeng !" kataku sambil terus balik kanan menuju ke kamarku , yang kemudian di jawab dengan teriakan yang sangat kuat , " Biaaarrrriiiiiiiinnn !!!!!" dan BAAAAAMMMM !!! pintu kamarnya di tutup dengan kuatnya .


Tiba - tiba ibu masuk ke dalam kamarku , " Mbok jangan ribut , malu ada tamu " kata ibu perlahan .
" Lho , kok ibu nyalahin aku ... dia yang banting pintu kok aku yang di salahin "jawabku tidak suka dengan teguran ibu , selalu saja ibu begitu. Selalu saja membela anak cengeng itu , pikirku kesal.
" Udahlah .. kamu yang besar ngalah. Tolong kamu gorengkan telor ceplok 2 buat adikmu ya , tadi ibu pikir tamunya cuma sebentar makanya ibu tinggal dulu , gak taunya tamunya masih lama nunggu bapakmu pulang dari kantor. Ya sudah sana digorengkan telornya dulu , kasihan adikmu sudah lapar, Terus kamu ambilkan nasi sekalian sama air putihnya juga pencuci tangannya , sudah sana gak enak sama tamunya kok pada ribut - ribut."
Ya begitulah ibuku , dia pasti membela adikku dengan alasan aku yang lebih besar harus mengalah .Dengan terpaksa aku kedapur untuk menggoreng telor, dan melayani "pangeran " cengang itu. Setelah mengganti baju seragam dengan baju rumah , kemudian aku meletakkan bando yang baru saja kubeli itu di atas meja belajarku . Dengan bibir cemberut dan muka masam aku mulai menggoreng telor dan menyiapkan makan siang untuk adikku .
" Tuh sudah siap gusti pangeran !" kataku ketus di depan pintu kamarnya
" Kenapa gak di beresin barang - barangmu, aku kan sudah gorengin telornya" tanyaku ketika melihat keadaan kamarnya belum ada perubahan.
" Nanti , aku makan dulu" jawabnya acuh sambil terus duduk di depan meja makan dan mulai menikmati makan siangnya.
" Awas ya kalau gak diberesin , aku bilangin bapak nanti" aku tau dia paling takut kalau mendapat marah dari bapak. Bapak sangat beda dengan ibu yang selalu mengistimewakan laki - laki di rumah ini, kalau bapak siapapun yang salah pasti kena marah.


Setengah kesal aku memasuki kamarku untuk istirahat dengan membaringkan badanku sebentar. Rasanya sangat penat setelah seharian tadi jalan - jalan dibawah terik matahari dan kemudian pulang sampai di rumah masih disuruh menggoreng telor ceplok sialan itu. Katika aku mulai membaringkan badanku , tiba - tiba aku teringat akan bando yang tadi kubeli. Ah aku ingin mencobanya lagi , pikirku. Rasanya belum puas juga memandang dan membelai - belai bando cantik itu.
Akupun beranjak dari atas ranjang dan betapa terkejutnya aku ketika menemukan apa yang terjadi di atas meja belajarku. Oh Tuhan ! Betul - betul tak bisa aku percaya melihat pemandangan yang sangat menyayat hatiku. Pemanadangan yang meremukkan tulang rusukku , pemandangan yang membuat aku merasa seluruh tubuh ini lemas tak bertulang .
Kuraup kepingan - kepingan bando di atas meja itu dan dengan kemarahan yang luar biasa kudekati adikku yang sedang asik dengan makan siangnya .
" Kenapa kamu lakukan ini??!!!" tanyaku setengah berteriak
"Maaf deh" jawabnya ringan membuatku semakin naik darah
" Maaf ?? enak aja kalau ngomong maaf ... maaf . Kamu kan tau aku sedang gorengin telor ceplok buat kamu , kenapa kamu malah mematah - matahkan bando ini ??? Ini baru beli tau ??!!
" Gitu aja marah ... ya beli lagi kan gampang ... lagian aku tadi gak tahu kalau mbak Wid mau gorengin telor , salah sendiri tadi ngatain kalau aku cengeng .. ya aku marah dong " masih dengan ringannya dia menjawab amarahku bahkan dengan tetap santai menikmati telor ceploknya .
" Kamu ini memang .......!!!" ah aku tak bisa lagi meneruskan kata - kataku , kemarahan apapun tak akan mengembalikan keutuhan bando itu.
Pikiranku berkecamuk , ah besok pagi apa yang harus kukatakan pada Wanty dan Tari, dan uang mereka .... ?? Kenapa jadi begini ... bandoku ... uangku ... aaaahhh telor ceplok sialan itu ..
Dan diantara luapan amarah yang tak terbendung lagi ... hanya ada satu cara yang bisa kulakukan ..

" IBUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUU .... !!!!!!!!!!!!!!!"




** Untuk adikku tercinta : Danu Irawan .... >> Ingat gak waktu dikau patahkan bandoku ? hehehehee ... Miss you brother :)

ANTARA DUA ALAM

Kedatanganmu yang pertama kali malam itu sangat memeranjatkan.
Antara sadar dan tidak , aku tak sempat berpikir mengapa tiba - tiba kamu bisa menjumpaiku di sini .
Bukankah seharusnya kamu di alammu sana ?
Walau masih ada pertanyaan di hati, aku tetap menyambut jabat tanganmu yang hangat , pelukanmu yang menyiratkan rasa rindumu yang teramat sangat padaku.
Tak ada kata kata yang terucap dari bibirmu , yaaahhh ... bibirmu terkatup rapat namun terus menyungging senyuman .
Hanya tatapan matamu yang bicara , dan sangat aneh karena aku bisa membaca apa yang ingin kau katakan padaku.


Dan lebih aneh lagi karena kita berbicara dengan bahasa mata. Seakan-akan aku melihat rangkaian kalimat yang berderet pada dinding matamu .
Dalam bahasa matamu kau ucapkan rindumu , dan kau ingin mengajakku bertandang ke tempat tinggalmu.
Entah mengapa tiba tiba alam sadarku menolak ajakanmu , dan aku katakan padamu lain kali saja .
Kau mengangguk faham walau terpancar kekecewaan pada raut wajahmu ketika kau berlalu dari hadapanku.
Ada kegelisahan dalam tidurku semalam ... kutahu dari peluh yang membasahi seluruh tubuhku saat aku terjaga .


Saat aku mulai melupakan kedatanganmu yang aneh itu, kembali kau muncul di hadapanku.
Dan kedatanganmu kali ini membuatku lupa berapa usiaku .
Kau datang dengan seragam sekolah putih abu-abu lengkap dengan sepatu hitam dan kaos kaki putih di atas mata kaki juga tas selempang menggantung di pundakmu.
Senyumanmu sangat manis walau dengan bibirmu yang tetap terkatup rapat.
Kusambut uluran tanganmu dan melangkah mengikuti kemana kau mengajakku berjalan .
Tanpa kusadari ternyata akupun mengenakan baju dan perlengkapan yang sama denganmu.
Kita terus berjalan menyusuri sepanjang jalan yang dulu pernah kita lewati bersama pergi dan pulang sekolah . Tapi bukankah kita memakai baju seragam SMA , mengapa jalan yang kita lalui adalah jalan menuju sekolah SD kita , pertanyaan itu tak pernah terjawab , kutelan lagi bersama ludahku yang nyaris memenuhi rongga mulutku .


Sepanjang jalan kau bercanda ( masih tanpa suara ) , kau berusaha menggali semua kenangan masa kecil kita yang memang tak akan pernah aku lupakan .
Kau mengajakku berhenti di sebuah sungai kecil yang keadaannya masih sama seperti 24 tahun yang lalu, saat kita sering meluangkan waktu bermain kecipak kecipiknya air bening yang mengalir .
Dalam bahasa bisumu kau tergelak menceritakan bagaimana kita berkelahi melawan 3 teman lelaki satu kelas yang menjadi musuh bebuyutan kita dengan menyiramkan air kopi panas ke wajah mereka .
Aku ikut tergelak , bahkan gelakku sangat melewati batas .
Aku terus tertawa tergelak dan tak mau berhenti , walau dengan sangat susah payah aku berusaha menghentikan gelakku.


Hingga akhirnya suara ibuku menghentikan gelak yang meninggalkan sesak di dadaku.
Aku bersyukur karena ada ibuku yang menolong menghentikan gelak tawaku, kalau tidak mungkin saat ini aku sudah tak ada lagi di dunia ini karena gelak tawaku saat itu menguras seluruh persediaan udara dalam paruparuku.
Ah .. kenapa kau berbuat seperti itu padaku , kau ingin kau mati ? (karena kulihat wajahmu begitu senang ketika melihatku tersengal - sengal saat itu)
Tapi lagi - lagi pertanyaan itu kutelan kembali , bahkan ketika ibu bertanya kenapa aku tertawa hingga terlewat batas dalam tidur , aku tak mampu menjawabnya .



Kedatanganmu yang ketiga sudah tak mengejutkan lagi.
Sepertinya aku sudah mulai terbiasa menerima kunjunganmu , dan tak ada pertanyaan yang mengganggu pikiranku.
Kali ini kau mengajakku melewati sebuah jalan yang sangat panjang dengan kiri kanannya adalah hamparan sawah yang sangat luas.
Tapi anehnya yang tumbuh menguning di lahan sawah itu bukan rimbunan daun padi.
Namun rumput - rumput berwarna kuning yang hampir mengering hingga sawah itu bagaikan hahamparan padang rumput kuning yang teramat luas.
Sampai akhirnya aku melihat sebuah pohon beringin yang sangat besar berdiri kokoh di tepi jalan tersebut.
Ada beberapa orang seusia kita yang sepertinya memang sengaja menunggu kedatangan kita.
Kau (tetap dengan bahasa bisumu) memperkenalkan padaku bahwa mereka adalah teman - teman barumu .
Aku terima hangat jabat tangan mereka satu persatu.


Betapa terkejutnya aku ketika kutatap wajah temanmu semua sama .
Dalam keterkejutannku justru kau dan teman - temanmu tertawa terbahak - bahak seakan kalian semua tahu apa yang ada di otakku saat itu.
Tawa kalian semakin meninggi dan semakin riuh sampai membuat kepalaku pusing dan badanku terhuyung - huyung .
Hingga aku sudah tak tahan lagi mendengar gelak tawa kalian yang semakin membahana seakan sengaja ingin memecahkan gendang telingaku.
Aku memekik sekuat kuatnya memohon kalian menghentikan tawa yang menjijikkaan itu, tawa yang mambuat bulu kudukku berdiri semua.
Namun kalian tetap tertawa dan terus tertawa tanpa memperdulikan aku yang semakin terhuyung - huyung dan akhirnya aku betul - betul terjatuh .
Dan kembali tubuhku bermandikan peluh di tengah malam buta itu.



Sebenarnya aku sudah tidak mengharapkan kedatanganmu lagi. Tapi aku juga tidak bisa menolaknya ketika tiba - tiba kau sudah berdiri di hadapanku dengan senyuman yang membuatku selalu luluh.
Kali ini kau mengajakku berjalan menuju ke sebuah lapangan sepakbola yang sangat luas.
Aku teringat , bukankah ini lapangan sepakbola tempat kita bermain bola kasti waktu umur kita masih 10 tahun .
Bahkan kita sering mengikuti dan melihat para pemain sepakbola dari kesebelasan kampung kita mengadakan latihan fisik di sini , hanya kita berdualah yang berkelamin perempuan di lapangan itu.
Aku tersenyum geli mengingatnya .Kita memang duo suporter cilik yang sangat di sayang oleh pemain - pemain handalan kampung kita , maklum ... bapakku adalah pelatih team kesebelasan itu .. sedang abangku dalah pemain penyerang tengah handal yang menjadi idola .


Aku melihatmu menjauh dariku saat itu, dan tiba - tiba kau sudah berada di sampingku dengan sebuah sorok di tanganmu.
Aku memandangmu tak mengerti , dengan bahasa bisumu kau meminta aku menggali tanah di depanku!
" Buat apa ??!!" aku bertanya setengah memekik
" Gali saja .. " tanganmu menyodorka sorok itu padaku
Aku menerimanya , tapi aku tetap diam tak segera menggali.
" Cepat ! Sebelum waktu berakhir !" kau berteriak tak sabar
" Waktu apa .... waktu apa yang berakhir?" aku masih tak mengerti
" Waktuku .. juga waktumu ... cepat , mulailah menggali !" kau semakin tak sabar
" Tapi aku tak tau caranya ... kamu kan tau aku tak setomboy dirimu" aku masih bertahan


Tanpa banyak bicara kau rebut sorok dari tanganku
" Begini caranya , perhatikan aku ajari kamu ... sudah itu kamu lanjutkan menggali" kali ini suaramu agak ketus dan keras.
" Tapi ... menggali tanah ini buat apa ?" masih juga aku bertanya tanpa mulai menggali
Kau nampak semakin tak sabar dan aku melihat kemarahan pada wajahmu
" Kau terlalu banyak bertanya .. aku suruh kamu menggali ... galilah !"
"Aku tidak mau!" tiba - tiba timbul keberanianku untuk menolak permintaanmu
Kulemparkan sorok itu di hadapanmu .
" Kenapa ... kenapa kau tak mau ... bukankah kau adalah sahabatku, bukankah kita tak akan pernah terpisahkan ...bukankah sejak kecil kita selalu bersama ... kenapa kau tak mau menemaniku ??!!!!"
Kata - katamu begitu kuat di telingaku , kau betul betul menunjukkan kemurkaanmu .
" Aku tak ada teman di sana ... aku kesepian ... aku sendiri .... aku ingin kau menemaniku !"
Suaramu makin meninggi dan kedua tanganmu memegang kuat telapak tanganku .


Aku mundur selangkah ... kutepiskan tanganmu kuat - kuat .
Kini aku tau maksudmu ... dan tiba - tiba kau nampak begitu menakutkan di mataku .
Kau tersenyum ... bukan ... itu bukan senyuman , kau menyeringai tepatnya !
Aku sangat panik melihat wajahmu yang terlihat sangat menyeramkan .... Tidak !
Aku tidak mau menemanimu .... aku mau pulang ... aku tak mau lagi menemanimu ...!!!


Tapi kaki ini serasa terpaku diatas tanah yang kupijak.
Aku tak bisa bergerak sedikitpun .. dan seringaimu semakin menakutkan .. membuatku gemetar.
Kututup mukaku dengan kedua tanganku yang mulai dipenuhi peluh.
Dan aku berusaha memekik ... namun suarakupun hilang entah kemana .
Aku semakin panik ... mataku semakin berkunang - kunang .... hingga aku tak tahan untuk terus menahan keringat yang mulai menbasahi seluruh tubuhku .


Dan aku terjatuh pada malam di mana engkau ucapkan selamat tinggal .



TUHAN BERIKAN DAMAI UNTUK SAHABATKU DI SISIMU


PEREMPUAN ITU ...

Hujan beberapa hari ini sepertinya enggan meninggalkan bumi.
Udara sangat dingin mengiringi derasnya air yang turun dari langit membuat orang enggan beranjak keluar dari rumahnya.
Perempuan itu menatap kaca jendela kamarnya yang terus memburam oleh tetesan - tetesan hujan yang mengalir dan membentuk bayangan putih yang menghalangi pandangannya.
Perempuan yang baru memasuki usia 67 tahun itu mendesah , mengusap dinding kaca buram mencoba memandang suasana di luar rumah yang nampak lengang di belenggu dingin angin malam yang membekukan tulang.


Entah mengapa tiba- tiba perempuan itu merasakan kekosongan yang luar biasa , hampa dan tersia - sia.
Ada yang membuatnya resah malam itu , sangat resah ...padahal setiap saat jika hatinya terasa begitu galau , segera ia menenangkan diri dengan mengambil air wudu' dan berpasrah pada Tuhannya .
Tapi kali ini keresahan itu begitu hebat , walaupun hal seperti itu sudah di lakukannya bahkan beberapa do'a dibacanya agar keresahan itu tak lagi mengganggu .
Perlahan perempuan itu melangkah ke ruang tengah dan menyandarkan tubuhnya pada kursi kayu yang biasa digunakan oleh suaminya untuk bersantai , menonton televisi ataupun membaca koran sambil menikmati secangkir kopi.
Mata yang terlihat penuh kelelahan itu menerawang memandang sekeliling ruangan dan terhenti pada tumpukan album - album foto yang selama ini tak pernah terjamah.
Dengan membungkukkan badan diraihnya salah satu dari tumpukan album foto itu dan membawanya kepangkuan lalu perlahan - lahan dibukanya lembaran - lembaran bergambar yang memang sengaja dibiarkan tergeletak begitu saja.



Pada lembar pertama terlihat foto besar yang disebutnya foto keluarga , foto yang dibuat beberapa puluh tahun lalu ,foto keluarga paling lengkap antara perempuan itu , suaminya yang nampak begitu muda dan gagah serta kelima anaknya yang saat itu masih kecil - kecil .
Kenangan termanis satu - satunya yang berhasil dia simpan pada masa - masa keharmonisan mewarnai kehidupan rumah tangganya.
Saat dimana hanya ada kebahagiaan dan celoteh anak - anaknya yang selalu membuat suasana rumah menjadi semarak dan berwarna.
Saat dimana ia merasa rumah adalah surga .


Perempuan itu ... yang kini merasakan kehampaan hati kembali mendesah, jemarinya mengusap perlahan wajah - wajah yang sangat dicintainya yang tersenyum bergaya pada foto itu.
Matanya memandang pada bocah laki - laki yang paling besar yang sedang menggandeng lengan adiknya.
Ya ... itulah anak sulungnya, laki - laki pertama yang diharapkan bisa jadi kebanggaan keluarga kelak.
Mata perempuan itu terpejam sesaat terlintas bayangan anak sulungnya yang kini berumur 40 tahun yang seharusnya sudah mencapai kemapanan hidup.
Anak sulungnya yang sedari kecil tak banyak bicara , suka membantunya melakukan pekerjaan rumah tanpa diperintah dan begitu menyayangi adik - adiknya .
Anak sulungnya yang setelah tamat sekolah menengah atas memilih mengadu nasib ke ibu kota, karena dia tahu bahwa tak mungkin baginya untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi lagi .
Karena kegigihan dan tekadnya yang kuat, perlahan - lahan ia bisa menaklukan ibu kota yang kata orang kejam dan tak kenal kompromi.
Yang kemudian meminta restu untuk menikah dengan gadis pilihannya dan tanpa disadari perkawinan itu membawa perubahan besar pada sifat anak sulungnya yang semakin lama semakin menjauh dari keluarga.



Tak ada yang bisa dilakukannya selain berpasrah dan berdo'a pada Tuhan untuk kebahagiaan anak sulungnya tersebut .
Namun hiruk pikuk kekacauan negara ini telah membuktikan kekejaman ibu kota yang sebenarnya.
Anak laki -laki yang telah serasa begitu jauh itu tiba - tiba datang bersama istri dan kedua anak hasil pernikahannya , memeluk dan menangis dipundaknya , kemudian bersujud menciumi kaki wanita tua itu. Wanita tua itu mendesah lagi .... kota besar itu telah mengusir anak sulungnya yang dituduh menggelapkan uang perusahaan di mana anak sulungnya selama ini mengais rejeki.
Sampai saat ini sudah hampir 5 tahun anak sulungnya memilih meninggalkan kota yang telah membuat hitam putih kehidupannya dan memilih menetap didesa kecil di pesisir pulau jawa.
Dan perempuan itu mengetahui bahwa anak sulungnya mengalami tekanan batin yang luar biasa dan tak ada yang bisa di lakukannya selain memanjatkan do'a pada Sang Penata Laku.


" Tuhan ... beri kekuatan pada putraku agar dia tahu bahwa kehidupan ini harus terus berlaku , aku akan selalu memberinya restu ... tegarkan dirimu nak , jangan putus asa ... hanya ini yang bisa ibu berikan untuk meringankan bebanmu "

Diusapnya kembali wajah anak sulungnya yang nampak tersenyum lugu ketika berumur 12 tahun itu .


Kini jemari yang telah berkeriput itu mengusap pada gambar wajah gadis kecil berambut keriting yang tersenyum lebar menatap sang juru gambar.
Satu - satunya anak perempuan yang mempunyai rambut keriting seperti dirinya .
Anak yang sedari kecil tak pernah bisa mendengar orang marah apalagi bersuara keras kepadanya. Kembali ingatannya melayang pada masa lalu ketika gadis kecil ini dirasakannya terlalu mengganggu dengan tangisannya merengek meminta sesuatu dan tak mau menunggu waktu membuatnya marah dan sedikit membentak .

" Diamlah! Apa kamu tidak lihat ibu sedang sibuk ??!"

Dan seketika terdiamlah anak itu , berlari ke kamarnya dan menutup pintu.
Perempuan itu berfikir anaknya tertidur , namun betapa terkejutnya ketika dia memasuki kamar itu , di dapatinya tubuh gadis kecilnya menggigil dan suhu badannya begitu tinggi.
Dan ini tak hanya terjadi sekali , sepertinya sudah sampai tiga kali terjadi dan kemudian baik perempuan itu maupun suaminya sepakat untuk tak lagi melontarkan kata - kata keras pada anak keduanya.
Kini gadis kecil yang sudah menjadi wanita berumur 38 tahun itu berada di negeri seberang mengikuti suaminya yang berasal dari negeri tersebut bersama dengan ke 5 orang anaknya .
Sesungging senyuman terukir di wajah perempuan tua itu .
Ternyata anak inipun mempunyai 5 orang anak seperti ibunya .
Kembali terpejam mata perempuan itu dan terucap do'a di hatinya ..

" Tuhan beri kebahagiaan pada putriku dan semoga dia menjadi istri dan ibu yang menbawa kedamaian bagi keluarganya.... amin "



Wajah perempuan itu kembali memandang foto yang selalu dijaganya agar tak lapuk dimakan oleh waktu, karena hanya itu satu - satunya foto yang berisi lengkap seluruh keluarganya.
Matanya menatap gambar bocah perempuan yang berambut pendek dan berponi nampak tersenyum manis menatap kamera.
Itulah anak perempuannya yang ketiga .
Anak yang paling berbeda sifatnya dari semua anak - anaknya yang pendiam dan penurut.
Anak ini adalah pemberontak sejati namun dialah anak paling cerdas yang dia punyai.
Apa yang dianggapnya salah harus dibantah tak peduli itu teman , orang tuanya bahkan guru - guru di sekolahnya.
Tak ada yang dikerjakannya di rumah selain membaca buku serta belajar dan dia akan marah apabila seseorang masuk kamarnya tanpa mengetuk pintu walaupun itu ayah ataupun ibunya.
Prestasi akademik dan ekstrakulikuler di sekolah sangat membanggakan , selain selalu menjadi bintang kelas dan mengetuai berbagai organisasi di lingkungan sekolah, iapun mendapatkan beasiswa dari pemerintah yang tentu saja sangat membantu meringankan beban ekonomi keluarga.
Kekecewaan karena tak bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi setelah tamat sekolah menengahnya tak membuatnya putus asa.
Dengan nilai ijasah yang tinggi dan piagam - piagam penghargaan yang di perolehnya selama menimba ilmu dari taman kanak - kanak hingga sekolah menengah atas dijadikan modal untuk mencari pekerjaan di berbagai instansi .
Dan kebahagiaannya tak terkira ketika salah satu instansi swasta terkenal menerima lamarannya .

" Kau memang pantas mendapatkan semua itu, Nak".


Kecerdasan dan keuletan ketika masa sekolanya dulu dibuktikannya kembali dalam menekuni pekerjaan yang sangat di cintainya itu.
Prestasi - prestasi kembali diraihnya hingga membawanya pada kedudukkan yang lebih bagus dan lebih bagus lagi .
Dan kebahagiaan itu terasa lengkap ketika seorang pemuda tampan dan mapan datang meminang .
Sujud syukur selalu dipanjatkannya pada Illahi atas kebahagiaan yang dikecap oleh putrinya.


Namun mungkin Tuhan tak ingin melihat anak ketiganya selalu hidup penuh tawa , ketika dengungan reformasi melanda negeri ini dan ia harus kehilangan kebanggaan saat berada di puncak prestasi kerjanya.
Ia harus rela menerima kenyataan yang sangat pahit ketika instansi besar itu harus segera menghentikan segala kegiatannya atas keputusan pemerintah pusat .
Perempuan itu sangat faham apa yang dirasakan oleh anak perempuannya ketika bersimpuh dan menangis pangkuannya .
Hati perempuan itu merasa sangat remuk menyaksikan kehancuran yang diderita anaknya yang paling keras kepala itu.
Namun hanya usapan lembut pada kepala anak perempuan itu dan kata - kata yang bisa memberi kekuatan yang bisa di lakukannya .
Sambil mengusap gambar wajah gadis kecil berusia 5 tahun dalam foto , peremuan itu berujar lirih ..

"Hanya bahagia yang ingin kulihat pada kehidupan anak - anakku, ya Allah .. berikan semua derita itu untukku ... ibu yang tak berguna ini ....
" Ayahmu sakit nak , pulanglah".



Perempuan itu kembali menatap foto yang tak lusuh walaupun sudah puluhan tahun di simpannya.
Matanya memandang bayi montok berusia 11 bulan dalam gendongannya.
Anak bungsunya yang sangat di sayangi oleh kakak - kakaknya.
Yang juga mempunyai kecerdasan yang luar biasa walau agak sedikit manja.
Mungkin karena dia bungsu atau karena wajahnya yang selalu nampak tak berdosa itu membuat ibu , ayahnya dan juga kakak - kakaknya begitau menyayanginya.
Entahlah, yang jelas anak laki - laki ini pun begitu penyayang dan disukai banyak orang .
Seperti anaknya yang ketiga , prestasti di sekolahpun selalu membanggakan namun di lingkungan teman - temannya , ia adalah pribadi yang sangat rendah hati.
Itulah keistimewaan anak bungsunya , walau dalam hal makan dia agak sedikit rewel seperti ayahnya yang tidak akan mau makan apabila lauk dan sayurnya tidak sesuai dengan seleranya.
Ah , anak - anak memang tidak ada yang sama .



Perempuan itu tersenyum sambil mengusap foto wajah bayi lucu itu.
Dadanya menyesak haru saat teringat kembali ketika si bungsu baru menerima ijazah SMA yang hasilnya sangat memuaskan dengan nilai tertinggi di antara teman - teman sekolahnya.

"Kalau kamu ingin melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, pergilah mendaftar Nak. Nanti ibu carikan uang untuk biaya pendaftaran dan tabungan ibu bisa untuk biaya kuliahmu."

Namun anak bungsunya itu menggelengkan kepala dan menjawab bahwa ia tak mau membebani ibunya.

"Biar saja aku bekerja , Bu .... Ibu tidak usah lagi memikirkan biaya sekolahku . Biarlah semua sama antara aku dan kakak - kakakku sama - sama sampai di SMA saja . Sudah cukup ibu berkorban untuk kami. Ibu harus istirahat ya , sudah saatnya ibu memikirkan diri ibu sendiri terutama kesehatan ibu ".


Berlinang airmata perempuan itu mengingat kata - kata anak bungsunya yang begitu dewasa dan menggetarkan hatinya.
Anak yang dulu begitu manja .. yang dulu sering menangis bila diganggu oleh kakak - kakaknya ternyata sudah menjadi pemuda yang berpikiran sangat dewasa.
Dan pemuda berpikiran dewasa itu dengan restu penuh dari ayah dan ibunya yang semakin merasa sepi karena semua anak - anaknya telah melangkah satu persatu meninggalkan rumah yang kian sunyi.
Kini si bungsu yang tampan dan gagah itu sedang menikmati anugerah Tuhan bersama istri dan ke 2 anak nya .
Dibelainya wajah bayi dalam foto itu lagi di iringi desahan panjang.




Kini mata kuyu perempuan itu beralih pada gambar wajah gadis kecil yang berada tepat di tengah - tengah kedua kakak perempuannya.
Ketika matanya menatap gambar wajah lugu bocah perempuan itu hatinya tiba - tiba terasa teriris ... sangat perih .
Dialah anak perempuannyanya yang ke empat yang sampai saat ini tak tau di mana keberadaannya.
Saat ingatannya kembali mengingat gadis kecilnya itu , tiba - tiba terdengar suara isakan kecil dari dalam kamar dan bergegas perempuan itu mendekati gadis kecil berumur 7 tahun yang sedang demam tinggi .

" Eyang .... eyang jangan pergi ... adek takut ... eyang jangan pergi ... "

Suara lirih dan parau bocah kecil itu seakan begitu ketakutan di tinggalkan oleh neneknya.
Dan perempuan itu memeluknya mencoba memberi ketenangan pada tubuh yang lemah dan tak berdaya itu.
Di usapnya peluh yang membasahi kening dan anak rambut gaidis kecil itu.

" Eyang tak kemana - mana sayang ... sudah jangan takut ... bobo' lagi ya ... eyang di sini menemani adek ... eyang tak akan pergi ke mana - mana .. "

Kembali diletakkannya tubuh kecil itu di atas pembaringan dan di tepuk - tepuknyadengan lembut agar segera tertidur kembali
Sudah dua hari cucu perempuannya ini lemah dengan suhu tubuhnya yang begitu tinggi , walau sudah di bawanya berobat namun panas badannya tak juga mau tutun.
Setelah yakin bocah perempuan itu tertidur pulas, perempuan itu memandang tubuh bocah laki - laki yang juga tergolek pulas dipembaringan yang terletak bersebelahan dengan pembaringan adiknya.
Bocah laki - laki berusia 9 tahun dan gadis kecil itu adalah anak dari anaknya yang ke empat.
Hatinya bergetar ketika teringat anak keempatnya berpamitan untuk pergi meninggalkan segala kepahitan hidup dan kegagalan - kegagalan yang selama ini dia rasakan.
Sejak perceraiannya dengan laki - laki yang menikahinya 10 tahun yang lalu , hidupnya seakan penuh dengan beban derita dan membuatnya tak tentu arah.
Bahkan kata - kata nasehat ayahnya justru selalu membuatnya tersinggung dan marah.
Hanya mengurung diri dalam kamar dan menangis yang di lakukannya setiap hari .
Keadaan yang sangat mengkhawatirkan itu tak berlangsung lama , ketika suatu hari anak perempuannya itu tiba - tiba telah rapi lengkap dengan sebuah tas pakaian di tangannya.

" Ibu , aku titip anak - anakku ... jangan biarkan laki - laki itu merenggutnya dari tangan ibu".

" Kamu mau ke mana Nak , tinggallah di sini bersama ibu dan ayahmu".

" Tidak bu, aku tak sanggup mendengar kata - kata ayah yang selalu menyakiti perasaanku ... do'akan aku bu, hanya itu yang aku minta dan aku percayakan anak - anakku pada ibu . Aku akan memberi kabar jika aku telah menemukan apa yang aku cari ... berjanjilah padaku , Bu .... berjanjilah untuk menjaga anak - anakku ".


Perempuan itu hanya bisa mengangguk dan tersenyum pasrah melepas kepergian anaknya .
Dan bayi berumur 12 bulan serta bocah laki - laki yang berumur 2 tahun saat itu kini ada bersamanya . Menjadi belahan jiwanya dan menjadi penglipur rasa sepinya dengan tawa - tawa mereka.
Tak ada kabar dan tak ada berita apapun selama 6 tahun setelah anak keempatnya berpamitan dan meninggalkan rumah dengan airmata yang mengiringi langkahnya .
Dada perempuan itu menyesak disela isak yang berusaha ditahannya, di lemparkan pandangannya pada kaca jendela yang semakin buram oleh tetesan air hujan.

"Di mana kamu Nak... tak rindukah kamu pada ibu ... tak rindukah kamu pada bocah - bocah yang lucu itu ... Pulanglah Nak... obati dendam rindu anak - anakmu ... dan lihatlah ... ayahmu sakit memikirkanmu"


Tiba - tiba dari arah kamar tidur lain terdengar suara suaminya memanggil .
Bergegas perempuan itu menghampiri suaminya yang sudah berminggu - minggu juga tergolek lemah di atas pembaringanya.
Sudah berbagai cara di lakukannya untuk kesembuhan suaminya , dari berobat ke dokter , hingga harus di rawat di rumah sakit ... bahkan segala pengobatan alternatif sudah di cobanya , namun hasilnya sama saja .
Kesehatan suaminya justru semakin menurun dan tak nampak tanda - tanda akan adanya pemyembuhan.
Hingga akhirnya suaminya tak lagi mau untuk dibawa kemanapun juga , hanya berpasrah pada kebesaran Allah saja , menunggu atas kehendakNya .


Sejak kepergian anak keempatnya , laki- laki yang menjadi suaminya selama 41 tahun ini banyak merenung .
Ia merasa bersalah dengan apa yang menimpa kehidupan anak keempatnya .
Laki - laki yang semasa masih bekerja tak pernah memperdulikan perkembangan anak - anaknya ini merasa gagal menjadi seorang ayah.
Laki - laki yang masa mudanya berhati keras ini merasa di hukum oleh Yang Maha Kuasa atas apa yang menimpa anak keempatnya .

"Bu ... aku sudah tak kuat bu ... tapi aku mau semua anakku ada di sini. Tolong bu ... panggil mereka ya bu .. panggil mereka karena waktuku tak banyak tersedia ... "

Perempuan itu melihat nafas suaminya nampak begitu sesak dan semakin tersengal - sengal .
Ia mulai panik melihat keadaan suaminya , berlari dia ke ruangan tengah dan meraih gagang telefon .

" Ya Tuhan ... pukul 2 malam !"

Tak satupun dari keempat anaknya yang mengangkat panggilannya.
Bergegas dia kembali kekamar ... dan menyaksikan suaminya yang makin tersengal - sengal .
Angka - angka terus di tekannya ... dan matanya tak lepas mengawasi kamar di mana suaminya terbaring denga nafas yang tersengal - sengal ... sementara dari kamar lainnya terdengar rengekan cucu perempuannya ..

" Eyaaaaaaang .... eyang di manaaaa .... eyaaaang ... adek takut , eyaaaang .... "

Perempuan itu terdiam ... menenangkan hatinya ... ingin rasanya dia membelah dirinya menjadi 3 saat itu juga .
Satu bagian untuk mendekati cucu perempuannya ,satu bagian lain untuk menelfon anak - anaknya dan satu bagian lagi untuk menemani suaminya .


Dan perempuan itu hanya bisa berdiri terpaku di tengah kepanikannya ...


Perempuan itu .... IBUKU **



SAHABATKU LALAT

kemarin aku bertemu lalat
teman lama yang dulu selalu dengan setia menungguiku makan
bukan apa-apa, dia hanya minta aku menyisakannya satu butir nasi saja
katanya untuk menyambung hidup istrinya yang sedang sakit dan anak-anaknya yang belum bisa terbang.


aku pernah bertanya, kenapa hanya sebutir, kau sendiri makan apa
lalat temanku itu akan menjawab, aku bisa makan apa saja ... taipun aku telan
tapi aku tak akan pernah memberi makan istri dan anak-anakku dengan tai
walaupun sebenarnya tai lebih banyak mengandung nutrisi, lihatlah tubuhku yang berisi ini
ini semua nutrisi dari tai !


aku bertanya lagi, kenapa kau sendiri yang harus makan tai
bukankah istri dan anak-anak juga butuh nutrisi agar mereka bisa terbang dan mencari makan seperti dirimu, dan kau tak perlu susah susah mencarikan makan buat mereka .


lalat temanku itu kembali menjawab, aku butuh nutrisi untuk tubuhku agar kuat bekerja
dan terbang ke sana kemari tanpa lelah dan bisa dengan gesit menghindar dari segala bahaya yang mengancamku, jadi aku bisa dengan leluasa mencari makanan untuk mereka yang aku cintai.


untuk istri dan anak-anak cukup makan sebutir nasi
aku tak mau mereka terbang terlalu jauh dari sarang kami
karena terlalu berbahaya di luar sana, dan aku tak mau kehilangan mereka
aku tak mau istri dan anak-anakku menjadi mangsa tangan-tangan manusia yang tak menyukai kami
mereka selalu berusaha melenyapkan kami dari muka bumi ini, hanya karena kami suka hinggap di tempat tempat yang tak mereka sukai, dan kami selalu dianggapnya sumber penyakit .
ah manusia ... selalu saja mencari kambing hitam untuk menutupi kekurangannya, betapa munafiknya .

aku kembali bertanya, kenapa kau bilang begitu sahabatku ?

tentu saja , coba kau pikir baik-baik, sebenarnya itu kesalahan manusia itu sendiri yang tak bisa menjaga diri mereka, makanan mereka, kesehatan mereka.
dan segala macam kotoran adalah sumber nutrisi bagi kami lalat-lalat jantan
untuk tetap bisa terbang dan bebas mencari makan, bukankah semua makhluk hidup berhak mencari makan dengan cara apapun .


padahal manusia sendirilah sumber penyakit tersebut, mereka lebih menyukai tempat-tempat kotor untuk mencari makan. bedanya mereka pandai mencuci tangan sebelum menginjak ke tempat yang bersih, itulah kecerdasan manusia yang tak dimiliki makhluk hidup lain, makanya manusia di sebut makhluk paling sempurna ! hahahaaa....


Aku terkesiap mendengar penjelasan lalat hijau besar yang sudah lama menjadi sahabatku itu .
tak ada yang salah dengan ucapannya, aku jadi berfikir andai saja semua manusia bisa mendengar dan memahami bahasa lalat atau hewan lainnya yang mungkin mempunyai pendapat yang sama, maka tak perlu lagi mempertanyakan budaya malu.

akupun hanya bisa manggut-manggut menutupi rasa malu mewakili makhluk yang bernama manusia .


yaa ... kemarin aku bertemu dengan sahabat lamaku lalat
dia nampak semakin gemuk dan sehat, ada cerutu terselip di bibirnya


wah ... kukira kau sudah tak ada di dunia lagi, aku tertawa menyapanya
sepertinya kau nampak lebih awet muda dan hidupmu sejahtera, bahkan kau tak pernah lagi menungguiku makan dan meminta butiran nasi terakhirku ?


sambil mengepulkan asap cerutunya, lalat sahabatku itu menjawab,
hahahaaa... maafkan aku sobat ! Itulah sebabnya aku kemari, karena aku tak akan pernah melupakan kebaikanmu selama ini . Aku ingin mengucapkan terimakasihku kepadamu karena dengan sebutir nasi dari setiap nasi yang kau sisakan untukku adalah nyawa bagi istri dan anak-anakku .


anak-anakku sekarang sudah besar dan dewasa, aku sudah ikhlas melepaskan mereka untuk terbang dan mencari makan sendiri, mereka bebas menentukan makanan apa yang mereka sukai .
aku percaya mereka labih pandai dan gesit daripada masa mudaku dahulu .
sekarang jusru aku yang tak mereka ijinkan untuk terbang keluar sarang
karena mereka selalu pulang dengan membawa banyak sekali makanan untuk aku dan istriku .


dan setengah berbisik lalat sahabatku itu berkata , " Asal kau tahu saja, mereka tetap mengijinkan aku makan tai ... karena mereka tahu aku masih tetap membutuhkan nutrisi untuk menikmati sisa hidupku bersama istri, bukankah mereka benar-benar anak-anak yang berbakti .... heheheeh ... "


Ah lalat sahabatku, kapan kita bisa foto bersama yaaa .
sebagai kenang-kenangan tanda persahabatan kita, agar kelak aku bisa ceritakan pada anak cucuku tetang sahabatku lalat yang luar biasa ....


CATATAN HARIAN SEEKOR RAJUNGAN

Angin betul-betul kencang malam ini, hingga aku menggigil kedinginan dalam ruanganku yang tersembunyi.
Aku menggeliat bangun, rasa lapar menyerangku dengan hebat.
Perlahan aku keluar menyembul dari gundukan pasir yang menjadi tempat istirahatku.
Wow .. dinginnya udara di luar semakin membuatku tak kuasa menahan lapar.
Apalagi tiupan angin laut yang berlomba bersama garangnya ombak pantai ini menambah suasana terasa mencekam .
Aku mendongak melihat langit, rupanya bulan tinggal separo masih setia bercengkerama bersama bintang-bintang yang mengiringnya.


Aku terus berjalan, merangkak perlahan mencoba mencari sisa-sisa plankton yang tersangkut pasir .
Malam-malam begini terasa begitu bebas bagiku untuk mengais-ngais pasir tanpa harus merasa takut oleh kejaran anak-anak manusia yang selalu berusaha menangkapku .
Banyak temanku yang sudah menjadi korban mereka, ditangkap dan kemudian dijual dan dijadikan barang mainan bagi manusia manusia yang tak pernah mengerti akan arti sebuah kebebasan .
Untung aku masih terlalu gesit berlari setiap kali aku merasa ada kaki-kaki yang mengikutiku dari belakang.
Aku harus benar-benar mempertajam indra pendengaranku untuk selalu lolos dari maut.
Setiap kali kudengar derap kaki yang mengendap di belakangku .... siiiiiittt ! secepat kilat aku melesat kedalam pasir mencari aman .
Karena hanya itu yang bisa aku lakukan.
Duniaku adalah dunia penuh ancaman dan penuh perjuangan ketika hendak mencari sesuatu untuk makan.


Aku masih saja mengais butiran butiran pasir yang sesekali terbawa alunan ombak.
Tiba-tiba aku mendengar suara isak tangis seseorang .
Aku mencari asal suara yang menyayat hati itu . Nampak olehku seorang gadis yang duduk di atas pasir dengan melipat kedua kaki dengan dagu yang menempel diatas kedua lututnya .
Rambutnya yang panjang terurai berkibar-kibar diterpa angin laut membuatnya nampak begitu cantik .
Walaupun malam disinari oleh cahaya bulan yang hanya sepenggal, namun aku bisa dengan jelas melihat aura kecantikan gadis itu.


Aku berusaha mendekatinya, entah mengapa aku tak punya rasa takut sedikitpun mendekati manusia cantik ini . Ternyata dia memang sangat cantik, bagai peri malam dengan gaun puitihnya menatap nanar pada ombak yang bergulung gulung menghentakkan percikan air laut pada kedua kakinya.
Terus kupandangi dia, rupanya gadis itupun menyadari kedatanganku.
Diikutinya langkahku dengan ekor matanya yang berwarna merah namun indah.
Aku berhenti tepat di ujung ibu jari kakinya yang sedikit kotor oleh butiran butiran pasir.
Dan kubiarkan tangan lentik itu menyentuhku dan membawa tubuhku ke udara serta kemudian mendaratkanku di atas telapak tangannya yang putih dan halus .


Dia menatapku dalam-dalam, aku membalasnya tanpa rasa takut sedikitpun.
Kukedip-kedipkan mataku yang kecil ini menandakan bahwa aku memberi respon akan tatapan mata indahnya.
Aku melihat senyuman manis tersungging dari bibirnya .Dan lagi lagi aku kedipkan mataku membalasnya .
" Hai makhluk kecil ... mengapa kau tak takut padaku ?" suaranya begitu merdu berbisik padaku
Dan aku hanya bisa berkedip-kedip lagi.
" Kau begitu kecil ... tapi kau berani hidup di tempat seperti ini .. kau hebat !
Kau begitu bebas ... sebebas lautan ini ... tak ada batas .. tak ada aturan yang mengekangmu ... bukankah begitu ?"
Aku biarkan gadis itu mulai bicara ( ah .. aku bicarapun dia tak akan mendengar )
Sepertinya dia tau kalau aku menyimak kata katanya, jari telunjuknya membelai tubuhku yang keras tapi aku merasakan lembutnya belaian itu .


"Sekarang kau menjadi temanku ya ... mau kan kau menjadi sahabatku ?
Sepertinya kau lebih pantas menjadi sahabatku dari pada aku bersahabat dengan manusia manusia munafik itu ! " ada kesinisan dalam lembut suaranya.
"Eiits ... tapi kamu tak perlu kawatir, aku tak akan pernah membawamu pulang ke rumah.
Karena aku sendiri tak akan pernah menginjakkan kakiku ke neraka itu lagi!"
Aku mendengar gemeletak giginya .
" Aku akan bersama mu di sini ... bermain main dengan pasir dan ombak yang bergulung-gulung itu .
Aku tak akan pernah kembali ... selamanya ... yaaa ... selamanyaaaa ... hahahahaaaa!"
tiba-tiba dia tertawa tergelak, namun aku melihat ada airmata yang mengalir dari mata indah itu.


" Aku tak mau pulang ... " suaranya kembali mengecil dan lirih .
" Aku tak mau lagi tinggal di neraka itu ... kau tau sahabat kecilku, rumah itu adalah neraka yang akan segera membinasakanku jika aku tak segera keluar dan berlari ke mari "
" Laki-laki itu ... laki-laki biadab itu akan segera membunuhku secara perlahan ... yaaa.... perlahan .
Setengah berbisik suaranya seakan akan dia takut akan ada orang lain yang mendengarkan kata-katanya . Aku semakin ingin tau apa yang terjadi dengan gadis cantik ini .
" Ini semua salah mereka ! Mereka memaksaku menikah dengan laki laki mesum itu !
Apa sebenarnya yang ada di otak kedua orang tuaku ketika mereka menerima pinangan bajingan itu ?!!
Mereka tidak menyayangiku ... mereka hanya menyayangi harta mereka, airmata mereka semua palsu!!
Kamu tau .... semua palsu ... munafik !!! "
Kembali kemarahan menguasainya, sosok langsing itu berdiri dan merentangkan kedua tangannya dan aku masih berada di atas telapak halus itu.
" Sekarang aku bebaaaaassss .... aku bebas di sini ... !!!" teriakan itu membahana di sapanjang tepian pantai .



Sesaat kemudian dia kembali membawaku duduk di atas pasir yang basah. Jari-jari lentiknya menghapus tetesan tetesan bening yang terus mengalir di pipi mulus itu.
" Dan kau tau sahabatku ... sementara kekasih yang aku cintaipun ternyata hanyalah seorang laki-laki pengecut yang tak bisa berbuat apa-apa untuk memperjuangkan cinta kami!"
Dia biarkan aku di jerat oleh perkawinan busuk itu, dia hanya memandangku tak berdaya ketika mobil pengantin membawaku pergi melintas di depan matanya ... kekasih macam apa dia itu??!!"



Semua kata kata cintanya ternyata hanya hisapan jempol yang lenyap saat aku dengan begitu menghiba mengharap pertolongannya..
Ternyata ... hanya gelengan kepala yang aku dapatkan .
Dia tak mencintaiku, semuanya hanya sebatas kata-kata ... " suaranya lirih, sangat lirih dan nyaris terdengar seakan dia menggumam.


" Hari hariku penuh airmata, aku adalah istri keempat bandot tua itu. Dia mulai menyiksaku ketika aku tak mau melayaninya ... aku tak sanggup ... sungguh aku tak sanggup ... " isak itu kembali terdengar menyesak ...
Aku hanya bertahan satu bulan .. aku tak kuasa menerima cambukan ikat pinggangnya setiap malam ...kau lihat .. kau lihatlah bilur bilur di sekujur tubuhku, aku hampir mati karenanya "
Ya kulihat bilur-bilur itu tak hanya di tangan dan tubuhnya .. tapi juga matanya, penuh luka.
" Hari ini aku beruntung bisa keluar dari sangkar harimau itu, aku berlari dan terus berlari tanpa peduli kemana langkah kakiku membawa pergi .
Aku hanya ingin menjauh dari neraka itu, menjauh dari semua kemunafikaan dan kebiadaban itu.
tadi aku mendengar gemuruh ombak memanggil manggil namaku ... menuntun langkah kakiku ke mari.
Dan aku terhenti di sini ... dan bertemu dirimu ... sahabatku yang manis dan lucu "
Ah ... jari lentik itu kembali membelai punggung ku yang keras bagai batu.


Langit masih gelap, bulan yang separo itu mulai agak condong ke barat, sekejap lagi rupanya fajar akan tiba .
Ada tetes-tetes air yang membasahi tubuhku, rupanya hujan mulai turun lagi .
Semakin lama air hujan semakin deras menerpa tubuhku dan juga gadis itu .
Aku harus segera mencari perlindungan, aku harus turun dari tangan halus ini dengan perlahan.
Aku tak mau membuatnya terbangun, dia nampak begitu kelelahan setelah meluahkan semua beban yang menyesakkan dadanya .
Kupandangi tubuh indah yang terbaring lelap di atas pasir pantai dengan kekagumanku .
Betapa sempurna Tuhan menciptakan keindahan tubuh itu, tapi mengapa jalan hidupnya tak seindah lekuk tubuhnya.
Hujan semakin deras, dan aku cepat cepat menerobos gundukan pasir untuk berlindung dengan membawa rasa cemas akan gadis yang terbaring kehujanan itu.
Tapi nampaknya deras hujan tak membuatnya bergeming .


Aku tersentak dari tidurku, ketika kudengar suara-suara manusia di luar sana .
Aku sembulkan kepalaku mencoba mencari tahu apa yang berlaku .
Banyak orang di luar sana, perlahan aku mendekati kerumunan itu .
Aku melihat beberapa laki-laki mengangkat tubuh itu ke atas tandu, ya ... tubuh gadis yang semalam menjadi sahabat baruku sekarang terbaring kaku di atas tandu itu.
Sepertinya keluarga sahabatku itu telah menemukan keberadaannya di sini, syukurlah .. walaupun aku tak tahu apa yang terjadi dengan nya .
Akankah aku bertemu dengannya lagi ... akankah dia berkunjung ke pantai ini lagi ...


Ah ... gadis cantik ... kenangan itu begitu menggores jelas dan akan terus aku ingat walau hanya semalam. Semoga kau menemukan kebebasan dan kedamaian yang sesungguhnya ...




CATATAN : RAJUNGAN = kepiting kecil di pantai