Thursday, July 30, 2009

ANTARA DUA ALAM

Kedatanganmu yang pertama kali malam itu sangat memeranjatkan.
Antara sadar dan tidak , aku tak sempat berpikir mengapa tiba - tiba kamu bisa menjumpaiku di sini .
Bukankah seharusnya kamu di alammu sana ?
Walau masih ada pertanyaan di hati, aku tetap menyambut jabat tanganmu yang hangat , pelukanmu yang menyiratkan rasa rindumu yang teramat sangat padaku.
Tak ada kata kata yang terucap dari bibirmu , yaaahhh ... bibirmu terkatup rapat namun terus menyungging senyuman .
Hanya tatapan matamu yang bicara , dan sangat aneh karena aku bisa membaca apa yang ingin kau katakan padaku.


Dan lebih aneh lagi karena kita berbicara dengan bahasa mata. Seakan-akan aku melihat rangkaian kalimat yang berderet pada dinding matamu .
Dalam bahasa matamu kau ucapkan rindumu , dan kau ingin mengajakku bertandang ke tempat tinggalmu.
Entah mengapa tiba tiba alam sadarku menolak ajakanmu , dan aku katakan padamu lain kali saja .
Kau mengangguk faham walau terpancar kekecewaan pada raut wajahmu ketika kau berlalu dari hadapanku.
Ada kegelisahan dalam tidurku semalam ... kutahu dari peluh yang membasahi seluruh tubuhku saat aku terjaga .


Saat aku mulai melupakan kedatanganmu yang aneh itu, kembali kau muncul di hadapanku.
Dan kedatanganmu kali ini membuatku lupa berapa usiaku .
Kau datang dengan seragam sekolah putih abu-abu lengkap dengan sepatu hitam dan kaos kaki putih di atas mata kaki juga tas selempang menggantung di pundakmu.
Senyumanmu sangat manis walau dengan bibirmu yang tetap terkatup rapat.
Kusambut uluran tanganmu dan melangkah mengikuti kemana kau mengajakku berjalan .
Tanpa kusadari ternyata akupun mengenakan baju dan perlengkapan yang sama denganmu.
Kita terus berjalan menyusuri sepanjang jalan yang dulu pernah kita lewati bersama pergi dan pulang sekolah . Tapi bukankah kita memakai baju seragam SMA , mengapa jalan yang kita lalui adalah jalan menuju sekolah SD kita , pertanyaan itu tak pernah terjawab , kutelan lagi bersama ludahku yang nyaris memenuhi rongga mulutku .


Sepanjang jalan kau bercanda ( masih tanpa suara ) , kau berusaha menggali semua kenangan masa kecil kita yang memang tak akan pernah aku lupakan .
Kau mengajakku berhenti di sebuah sungai kecil yang keadaannya masih sama seperti 24 tahun yang lalu, saat kita sering meluangkan waktu bermain kecipak kecipiknya air bening yang mengalir .
Dalam bahasa bisumu kau tergelak menceritakan bagaimana kita berkelahi melawan 3 teman lelaki satu kelas yang menjadi musuh bebuyutan kita dengan menyiramkan air kopi panas ke wajah mereka .
Aku ikut tergelak , bahkan gelakku sangat melewati batas .
Aku terus tertawa tergelak dan tak mau berhenti , walau dengan sangat susah payah aku berusaha menghentikan gelakku.


Hingga akhirnya suara ibuku menghentikan gelak yang meninggalkan sesak di dadaku.
Aku bersyukur karena ada ibuku yang menolong menghentikan gelak tawaku, kalau tidak mungkin saat ini aku sudah tak ada lagi di dunia ini karena gelak tawaku saat itu menguras seluruh persediaan udara dalam paruparuku.
Ah .. kenapa kau berbuat seperti itu padaku , kau ingin kau mati ? (karena kulihat wajahmu begitu senang ketika melihatku tersengal - sengal saat itu)
Tapi lagi - lagi pertanyaan itu kutelan kembali , bahkan ketika ibu bertanya kenapa aku tertawa hingga terlewat batas dalam tidur , aku tak mampu menjawabnya .



Kedatanganmu yang ketiga sudah tak mengejutkan lagi.
Sepertinya aku sudah mulai terbiasa menerima kunjunganmu , dan tak ada pertanyaan yang mengganggu pikiranku.
Kali ini kau mengajakku melewati sebuah jalan yang sangat panjang dengan kiri kanannya adalah hamparan sawah yang sangat luas.
Tapi anehnya yang tumbuh menguning di lahan sawah itu bukan rimbunan daun padi.
Namun rumput - rumput berwarna kuning yang hampir mengering hingga sawah itu bagaikan hahamparan padang rumput kuning yang teramat luas.
Sampai akhirnya aku melihat sebuah pohon beringin yang sangat besar berdiri kokoh di tepi jalan tersebut.
Ada beberapa orang seusia kita yang sepertinya memang sengaja menunggu kedatangan kita.
Kau (tetap dengan bahasa bisumu) memperkenalkan padaku bahwa mereka adalah teman - teman barumu .
Aku terima hangat jabat tangan mereka satu persatu.


Betapa terkejutnya aku ketika kutatap wajah temanmu semua sama .
Dalam keterkejutannku justru kau dan teman - temanmu tertawa terbahak - bahak seakan kalian semua tahu apa yang ada di otakku saat itu.
Tawa kalian semakin meninggi dan semakin riuh sampai membuat kepalaku pusing dan badanku terhuyung - huyung .
Hingga aku sudah tak tahan lagi mendengar gelak tawa kalian yang semakin membahana seakan sengaja ingin memecahkan gendang telingaku.
Aku memekik sekuat kuatnya memohon kalian menghentikan tawa yang menjijikkaan itu, tawa yang mambuat bulu kudukku berdiri semua.
Namun kalian tetap tertawa dan terus tertawa tanpa memperdulikan aku yang semakin terhuyung - huyung dan akhirnya aku betul - betul terjatuh .
Dan kembali tubuhku bermandikan peluh di tengah malam buta itu.



Sebenarnya aku sudah tidak mengharapkan kedatanganmu lagi. Tapi aku juga tidak bisa menolaknya ketika tiba - tiba kau sudah berdiri di hadapanku dengan senyuman yang membuatku selalu luluh.
Kali ini kau mengajakku berjalan menuju ke sebuah lapangan sepakbola yang sangat luas.
Aku teringat , bukankah ini lapangan sepakbola tempat kita bermain bola kasti waktu umur kita masih 10 tahun .
Bahkan kita sering mengikuti dan melihat para pemain sepakbola dari kesebelasan kampung kita mengadakan latihan fisik di sini , hanya kita berdualah yang berkelamin perempuan di lapangan itu.
Aku tersenyum geli mengingatnya .Kita memang duo suporter cilik yang sangat di sayang oleh pemain - pemain handalan kampung kita , maklum ... bapakku adalah pelatih team kesebelasan itu .. sedang abangku dalah pemain penyerang tengah handal yang menjadi idola .


Aku melihatmu menjauh dariku saat itu, dan tiba - tiba kau sudah berada di sampingku dengan sebuah sorok di tanganmu.
Aku memandangmu tak mengerti , dengan bahasa bisumu kau meminta aku menggali tanah di depanku!
" Buat apa ??!!" aku bertanya setengah memekik
" Gali saja .. " tanganmu menyodorka sorok itu padaku
Aku menerimanya , tapi aku tetap diam tak segera menggali.
" Cepat ! Sebelum waktu berakhir !" kau berteriak tak sabar
" Waktu apa .... waktu apa yang berakhir?" aku masih tak mengerti
" Waktuku .. juga waktumu ... cepat , mulailah menggali !" kau semakin tak sabar
" Tapi aku tak tau caranya ... kamu kan tau aku tak setomboy dirimu" aku masih bertahan


Tanpa banyak bicara kau rebut sorok dari tanganku
" Begini caranya , perhatikan aku ajari kamu ... sudah itu kamu lanjutkan menggali" kali ini suaramu agak ketus dan keras.
" Tapi ... menggali tanah ini buat apa ?" masih juga aku bertanya tanpa mulai menggali
Kau nampak semakin tak sabar dan aku melihat kemarahan pada wajahmu
" Kau terlalu banyak bertanya .. aku suruh kamu menggali ... galilah !"
"Aku tidak mau!" tiba - tiba timbul keberanianku untuk menolak permintaanmu
Kulemparkan sorok itu di hadapanmu .
" Kenapa ... kenapa kau tak mau ... bukankah kau adalah sahabatku, bukankah kita tak akan pernah terpisahkan ...bukankah sejak kecil kita selalu bersama ... kenapa kau tak mau menemaniku ??!!!!"
Kata - katamu begitu kuat di telingaku , kau betul betul menunjukkan kemurkaanmu .
" Aku tak ada teman di sana ... aku kesepian ... aku sendiri .... aku ingin kau menemaniku !"
Suaramu makin meninggi dan kedua tanganmu memegang kuat telapak tanganku .


Aku mundur selangkah ... kutepiskan tanganmu kuat - kuat .
Kini aku tau maksudmu ... dan tiba - tiba kau nampak begitu menakutkan di mataku .
Kau tersenyum ... bukan ... itu bukan senyuman , kau menyeringai tepatnya !
Aku sangat panik melihat wajahmu yang terlihat sangat menyeramkan .... Tidak !
Aku tidak mau menemanimu .... aku mau pulang ... aku tak mau lagi menemanimu ...!!!


Tapi kaki ini serasa terpaku diatas tanah yang kupijak.
Aku tak bisa bergerak sedikitpun .. dan seringaimu semakin menakutkan .. membuatku gemetar.
Kututup mukaku dengan kedua tanganku yang mulai dipenuhi peluh.
Dan aku berusaha memekik ... namun suarakupun hilang entah kemana .
Aku semakin panik ... mataku semakin berkunang - kunang .... hingga aku tak tahan untuk terus menahan keringat yang mulai menbasahi seluruh tubuhku .


Dan aku terjatuh pada malam di mana engkau ucapkan selamat tinggal .



TUHAN BERIKAN DAMAI UNTUK SAHABATKU DI SISIMU


No comments:

Post a Comment